Pasang Iklan

ads ads ads ads ads ads

Monday, 31 May 2010

Sepak Bola Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

1. Nilai Kesehatan
Dalam era kemajuan yang sangat pesat dimana aktivitas dan kesibukan setiap orang meningkat untuk menghadapi tuntutan kebutuhan semakin hari semakin ketat persaingannya. Dari persaingan ini ditambah dengan adanya produk-produk yang baru sehingga semakin larut dengan pekerjaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan.
Dari kondisi seperti ini masyarakat sangat sadar akan pentingnya kesehatan, sehat bisa tercapai salah satunya adalah menjaga kebugaran jasmani. salah satu solusi dalam menjaga kebugaran dalam beraktivitas adalah olahraga dan menjadi salah satu kebutuhan dalam esistensi kehidupan.
Salah satu definisi kebugaran atau Fitness menurut Committee on Exercise dari American Heart Association, adalah kapasitas tubuh secara umum dalam menghadapi kerja fisik baik dalam posisi bergerak maupun duduk dengan aman dan efektif dan masih dapat memenuhi fungsinya dalam keluarga maupun masyarakat, serta dapat menikmati kegiatan rekreasi pilihannya tanpa merasa kelelahan, sedangkan definisi kebugaran menurut Thomas B Quigley, MD, adalah suatu kualitas kondisi fisik yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi tantangan hidup dari lingkungannya secara total, berprestasi, dan memiliki fisik yang sehat. Hal itu berarti mereka dapat menahan tekanan dari lingkungannya tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan dan masih memiliki sisa energi untuk bermain.
Secara fisiologis tekanan terhadap kerja fisik dapat berupa perubahan pada sistem kerja jantung dan paru (sistem kardiorespirasi), perubahan hormonal, dan sistem energi yang digunakan. Hal ini juga dipengaruhi oleh kesiapan dan kesesuaian struktur tubuh terhadap beban kerja atau tugas fisik yang dilakukan.
Batas tertinggi bagi sebagian besar mekanisme tubuh untuk menerima stress (tekanan), dan bagaimana mekanisme tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang disebabkan oleh aktivitas fisik, seperti olahraga akan sangat dipengaruhi oleh kesesuaian struktur tubuh dan kemampuan aspek fisiologisnya. Giam (1988), Guyton (1994) dan Fahey (1999). Seorang yang bugar ditandai dengan tubuh yang tidak mengandung banyak jaringan lemak, tulangnya kokoh dan padat, otot-otot yang kuat, dan memiliki persendian yang teguh serta sistem pernafasan berdaya tahan tinggi.
Sementara itu kebugaran yang rendah terdiri dari : (a) struktur anatomi tidak efisien, ditandai dengan adanya pronasi, toeing-out pada kaki, struktur tulang belakang tidak normal (b) kesiap siagaan dan stabilitas emosi rendah, yaitu kurang konsentrasi, mudah tersinggung dan terkejut (c) daya tahan sistem kardiorespiratory yang rendah, kondisi yang mudah lelah meskipun dengan aktivitas yang sangat ringan.(d) sistem metabolisme kurang efisien, ditandai dengan kadar kolesterol, trigliserida yang tinggi, dan gula darah tidak normal.
2. Nilai Bisnis
Praduga, bahwa olahraga merupakan salah satu jalan menuju sukses nampaknya mulai diakui. Kebanyakan orang dapat menjadikan suatu kebenaran. Horatio Alger berhasil memadukan antara prestasi pendidikan dan olahraga. Dia menjadi terkenal karena prestasi pendidikan dan olahraga yang menjadikannya yang kaya.
Komersialisasi telah merubah olahraga menjadi suatu bisnis yang unik. Membiaskan arti kompetisi dengan kebaikan umum untuk meningkatkan kekayaan dan kekuasaan para pengusaha. Atlit lebih berfungsi sebagai penghibur, oleh karena itu dituntut prestasi yang tingi dan memperoleh upah dari penampilannya.
Dalam berbagai usaha bisnis yang berkembang saat ini, baik yang menghasilkan barang maupun jasa, peran pemasaran sangatlah penting karena merupakan salah satu faktor kunci penentu keberhasilan bisnis dengan kata lain pemasaran merupakan inti dari aktivitas bisnis. Perkembangan selanjutnya terhadap defenisi dan konsep pemasaran adalah bagaimana memahami pemasaran sebagai budaya yaitu seperangkat nilai dan kepercayaan mendasar tentang pentingnya pelanggang bagi institusi bisnis.
Meninjau pemasaran sebagi suatu sarana dari komonikasi yang jujur yang dapat menciptakan suatu gambaran tanggungjawab sosial yang khusus dari suatu produk olahraga adalah cara yang terbaik untuk memposisikan produk olahraga di pasar, pasar olahraga terdiri dari :
a. Para peserta, para pemain, para penonton dan para sukarelawan
• Para peserta seperti atlet, pelatih, juri dan wasit
• Para penonton, penonton di stadion, penonton televisi, pendengar radio serta pembaca koran dan majalah
• Para sukarelawan, penerima tamu pada efen olahraga, pencatat statistik dan para manajer regu.
b. Para sponsor, para pemasang iklan dan produk
• Pemasang iklan, menggunakan olahraga untuk mencapai sasaran dan mengkomonikasikan produk mereka kepada penonton sebagai contoh pemasangan bendera dan tanda-tanda lain di stadion, pemasangan advertensi di televisi dan radio. Melalui media massa , peliputan olahraga dapat dengan mudah diketahui masyarakat. Demikian sebaliknya dengan olahraga merupakan alat untuk membangun media massa atau sebaliknya.
• Sponsor yang berbadan hukum, Menggunakan olahraga untuk mencapai sasaran dan mengkomonikasikan gambaran khusus tentang produk mereka kepada kelompok besar seperti contoh Bank Mandiri sebagai sponsor pada liga Indonesia.
• Produk dengan persetujuan atlet dan produk dengan lisensi, mengguinakan perorangan dan selebritis olahraga atau simbol-simbol khusus, logo dan merk produk yang telah dikenal oleh pelanggan secara populer.
Dari beberapa uraian diatas sangatlah jelas bahwa perkembangan olahraga khususnya sepakbola menjadi nilai bisnis yang dapat menopang kehidupan dan menjadi suatu sumber mata pencaharian sebagai masa depan dari semua unsur yang berkompoten dalam olahraga baik pelatih, pemain, wasit bahkan pengelola sarana olahraga.
Kita melihat berapa banyak orang terkenal dan terkaya yang punya penghasilan yang sungguh luar biasa besarnya dibanding dengan pejabat pemerintahan, itu semua diraih dari profesionalnya sebagi pemain sepakbola dan beberapa pengusaha yang berkeinginan untuk membeli suatu klub yang terkenal sebagai contoh seperti Arsenal, Manchester United, Barcelona, Real Madrid, dan lain-lain, sehingga dari segi bisnis olahraga khususnya sepakbola merupakan suatu fenomena yang mempunyai prospek cerah kearah yang akan datang.

Sepak Bola di Ditinjau dari Aspek politik

Tehnik dasar permainan sepakbola merupakan pondasi dari teknis permainan sepakbola yang dimengerti, dikuasai serta direalisir diatas lapangan permainan, dikerjakan secara sederhana dan dikembangkan secara pribadi hal ini akan menjadi dasar kerjasama antar regu yang lebih kompak.
Urutan penekanan dalam permainan sepakbola adalah pemantapan dan penguasaan keterampilan teknik bermain sepakbola. Keterampilan secara umum diartikan sebagai kemampuan melakukan sesuatu dengan mantap,tepat guna dan efektif, yang diperoleh dari hasil pengetahuan dan latihan atau proses belajar.
“Keterampilan atau skill adalah tindakan yang memerlukan aktivitas gerak dan harus dipelajari agar mendapatkan bentuk yang benar.....selain itu keterampilan juga merupakan indikator dari kualitas (performance) seseorang (yanuar Kiram, 1992:11)”.
Untuk dapat pengertian apa itu “keterampilan” maka perlu lebih dahulu diketahui apa yang dimaksud dengan belajar. Seseorang pemain yang berlatih, berarti ia belajar tentang gerakan-gerakan permainan yang dilatihkan kepadanya. Seorang pemain sepakbola yang berlatih, misalnya melatih menggiring bola, berarti ia sedang menggiring bola. Belajar adalah usaha atau kegiatan dari setiap orang yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku, Dikatakan :
Seseorang telah belajar apabila ia dapat melakukan sesuatu yang tak dapat dilakukan sebelum ia belajar atau bila kelakuannya berubah, kelakukan diambil dalam arti luas dan melingkup pengamatan pengenalan, pembuatan, keterampilan, perasaan, terjemahan Nasution, 1982 : 60).
Dari tinjauan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan belajar terjadi perubahan tingkah laku, perubahan ini bisa berupa pengetahuan, kecakapan, sikap dan kebiasaan, keterampilan, pengertian, penyesuaian diri maupun segala sesuatu mengenai aspek organisme pribadi diri yang bersangkutan. Jadi seseorang yang telah belajar pada hakekatnya ia telah berubah, tidak sama lagi dengan keadaan dirinya sebelum belajar. Ia tidak sanggup memecahkan masalah atau kesulitan yang dihadapinya, atau mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang baru
Keterampilan dalam bermain sepakbola adalah suatu bentuk keterampilan yang didasarkan pada teknik bermain sepakbola dengan baik. Karena untuk mencapai suatu prestasi bermain yang baik harus didukung oleh adanya keterampilan teknik dasar bermain sepakbola. Daya tarik pertandingan sepakbola terletak pada segi penguasaan teknik yang ditampilkan kedua kesebelasan yang bertanding. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Wiel Coerver yang artinya sebagai berikut :
Meskipun tidak ada cabang olahraga yang demikian kompleks seperti sepakbola, sehingga untuk dapat bermain menarik kebutuhan penguasaan bermacam-macam teknik…..sehingga kemampuan para pemain yang terbatas disegi teknik ikut memainkan peranan. Hal ini menyebabkan pertandingan tidak nampak menarik. )Wiel Coerver,terjemahan oleh kadir jusuf 1985 : 137).

Yang termasuk teknik dasar dalam permainan sepakbola antara lain menendang bola, menggiring bola, mengontrol bola dan lain-lain. Namun pada dasarnya untuk dapat meningkatkan keterampilan tersebut maka diperlukan latihan-latihan yang teratur dan sistematis melalui bentuk-bentuk latihan yang relevan dengan teknik keterampilan yang dilatihkan.
Olahraga dan politik pada saat ini sulit dipisahkan, intervensi pemerintahan dalam olahraga lebih diutamakan pada tujuan pemeliharaan ketertiban, meningkatkan kesegeran jasmani, mempromosikan prestise, membentuk rasa solidaritas sosial didalam kelompok. Olahraga sering digunakan untuk alat pengumpul massa, salah satunya olahraga sepakbola.
Dari berbagai metode yang diterapkan sehingga diharapkan mampu mengangkat prestasi olahraga khususnya sepakbola. Dengan acuan seperti ini nilai politik dalam perkembangan olahraga sepakbola sangat besar fungsinya untuk melihat dalam jangka panjang apakah sepakbola di negara ini mampu untuk berprestasi pada kanca Internasional. Dengan ini perlu pengkajian-pengkajian secara ilmiah dari metode yang telah dikemukakan diatas, sehingga nilai politik sangat besar peranannya dalam perkembangan olahraga sepakbola.

Tips Membantu Berhenti Merokok

1. Bersihkan rumah dari atribut-atribut rokok seperti bungkus rokok, asbak, dan korek. Lalu, ajaklah rekan-rekan sesama perokok untuk tidak merokok di depan perokok yang ingin berhenti.

2. Bersabarlah, khususnya dalam 1-2 minggu pertama. "Kemungkinan akan timbul perselisihan dengan perokok yang sedang berusaha berhenti,

3. Berikan banyak pujian dan penghargaan kepada yang hendak berhenti merokok. "Hargai keputusan mereka yang ingin berhenti, rayakan kalau dalam 1-2 minggu mereka berhasil,"

4. Sediakan waktu untuk mendengarkan curahan hati dan perasaan perokok yang berusaha berhenti.

5. Alihkan perhatian perokok dengan menyibukkan mereka seperti mengajak jalan-jalan atau melakukan aktivitas fisik seperti olahraga pada waktu-waktu biasanya dia merokok. "Permen dapat mengalihkan perhatian perokok saat dia enggak tau mau apa, dia makan permen,"

6. Yang terpenting, yakinkanlah perokok bahwa mereka mampu berhenti atau mengurangi kebiasaan mengonsumsi nikotin.

Sumber :Kompas, kamis 27 Mei 2010

Sepak Bola Ditinjau dari Aspek Idiologi

Sepakbola dikenal sejak ribuan tahun lalu, bukti ilmiah memperlihatkan di Cina sejak dinasti han ada semacam sepak bola yang disebut “Tsu Chu” yang tujuannya untuk melatih fisik tentaranya, jaring kecil yang dikaitkan dibambu panjang. Pemain hanya boleh menggunakan kaki, dada, punggung serta bahu sambil menahan serangan lawan. Selanjutnya orang inggrislah yang memulai mengembangkan permainan sepak bola dengan sempurna sehingga menjadi permainan sepakbola seperti saat sekarang ini.
Tanggal 26 Oktober 1863 berdiri Football Association yang pertama di London. Sampai akhir tahun 1904 didirikan Federation Football Association (FIFA) dan pada tahun 1931 berdiri persatuan sepak bola seluruh Indonesia (PSSI) yang berkadudukan di Mataram.
Keberadaan Olahraga sepakbola dalam masyarakat disamping suatu sarana menjadikan sehat secara jasmani juga mampu untuk menyatukan masyarakat yang berbeda, apakah itu perbedaan ras, agama, budaya dan bahkan tingkat sosial ekonomi masyarakat itu. Sepanjang Tahun 1970 an dan 1980 an terlihat jelas adanya gender, kesenjangan antara rasial dan ethnik, para wanita tersisihkan dalam tampilannya didunia olahraga karena dianggap lemah dan menghabiskan anggaran prestasi. Prasangka dan diskriminasi pada kaum kulit hitam yang akhirnya semua dapat tampil tanpa adanya perbedaan gender, rasial dan ethnik. Olahraga telah lama menjadi instrumen pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa. Contoh Pada PON I di solo, ini penting sekali artinya karena diselenggarakan ditengah-tengah rakyat Indonesia yang sedang berjuang mengangkat senjata mempertahankan kemerdekaan, PON bukan hanya menjadi arena olahraga, tetapi juga merupakan pertemuan para olahrgawan untuk membuletkan tekad menggelang solidaritas dengan janji atlet yang dikumandangkan dengan semangat untuk menggempur penjajah sampai mereka meninggalkan tanah Air. Dengan idiologi olahraga sepakbola ini mampu menjadi pererat persatuan dan persaudaraan dengan menjujung tinggi payung olahraga yaitu Fair Play dan sportifitas. Di mana jiwa sportifitas yang selalu menggunakan cara-cara terpuji untuk mencapai sasaran dan menerima hasilnya dengan besar hati serta menghargai pihak lain dan patut terhadap peraturan yang berlaku sehingga dalam tatanan masyarakat yang majemuk akan tercipta rasa damai dan aman dan pada akhirnya menjadi modal dalam persatuan bangsa.
Dalam kondisi seperti ini sangat memungkinkan olahraga sepakbola menjadi suatu solusi dalam mencegah dan mengatasi konflik yang bernuangsa sarah yang sewaktu-waktu akan timbul kembali pada daerah-daerah yang pernah terjadi konflik seperti poso, Aceh, Ambon, Sampit dan masih banyak lagi Daerah yang rawan akan timbulnya konflik. Dengan keberadaan olahraga sepakbola diharapkan akan menjadi sarana pemersatu bangsa.

Sunday, 30 May 2010

Prespektif Olahraga Dalam Berbagai Dimensi Sosial


1. Olahraga sebagai media
Sejak dahulu kala, inisiatif dari berbagai media, baik cetak maupun elektronik untuk berperan serta dalam upaya peningkatan prestasi olahraga telah dirasakan oleh masyarakat.
Penekanan dari sejumlah media pun cukup beragam, mulai dari persoalan infrastruktur dan sarana olahraga, para stakeholder dalam hal ini termasuk di dalamnya atlet, pelatih, pembina, pengurus, pemerintah, dan seterusnya.
Inisiatif tersebut tentu saja senantiasa diawali sekaligus diikuti dengan fokus utama efektifitas secara internal. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kinerja para stakeholder dalam olahraga, dalam hal ini, media senantiasa menyuguhkan informasi yang sifatnya konstruktif-motivasion khususnya pada aspek metode dan proses dalam menggapai prestasi yang diharapkan.
Tuntutan akuntabilitas dan ekspektasi pihak yang berkepentingan terhadap upaya peningkatan prestasi olahraga juga senantiasa memerlukan inisiatif reformasi baru. Seiring dengan bergulirnya gelombang reformasi serta era globalisasi yang tentunya menekankan pada efektifitas penyelenggaraan pembinaan olahraga tak terkecuali disetiap jenjang pendidikan, dari dasar hingga perguruan tinggi. Ringkasnya, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan prestasi mampu terlaksana dengan baik.
Media pun sesungguhnya berupaya untuk melakukan pengembangan kebijakan yang ditujukan kepada penjaminan kualitas dan akuntabilitas terhadap stakeholder internal dan eksternal. Ciri utama dari gelombang informasi media tersebut antara lain penjaminan kualitas, pemantauan dan evaluasi, pilihan public, pelibatan dan partisipasi orang tua atlet dan masyarakat secara umum. Oleh sebab itu, dituntut agar senantiasa diadakan perbaikan struktur, organisasi kelembagaan, dan praktik penyelenggaraan pembinaan yang ada pada berbagai jenjang pendidikan termasuk pada jenjang perguruan tinggi itu sendiri.
Memasuki abad baru, terpaan transformasi-informasi serta isu global yang beragam demikian cepat melahirkan sekaligus menimbulkan berbagai persepsi, antara rasa optimis dan pesimis akan ketercapaian tujuan pencapaian prestasi. Selain itu, tantangan dan juga kebutuhan pada era globalisasi teknologi informasi menuntut paradigma baru dalam untuk melahirkan ide dan gagasan perubahan pada tujuan, isi, praktik penyelenggaraan dan manajemen olahraga itu sendiri.
Cheng (2001) mengungkapkan perlunya penekanan pada keefektifan pemenuhan dan relevansi fungsi pendidikan, yaitu fungsi ekonomi/teknis, fungsi social/manusia, fungsi politik, fungsi budaya,dan fungsi pembelajaran pada tingkat individu, lembaga, masyarakat, Negara, dan internasional. Seiring dengan itu pula, era globalisasi dengan sejumlah isu yang ada, kini mulai terasa dengan dimulainya pencarian visi baru dan tujuan dari pendidikan, jaringan pendidikan global, wawasan internasional, dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Melalui globalisasi dengan sejumlah isu global, prakarsa reformasi bertujuan untuk memaksimalkan relevansi global dan mendatangkan sumber dukungan dari berbagai penjuru dunia. Yang pasti, peranan media dalam berbagai isu sentral bertujuan mencapai peluang tak terbatas dalam pencapaian prestasi.
Terlebih dahulu kita harus melahirkan satu pertanyaan bahwa apakah ada kekuatan yang mempengaruhi perubahan dari gerakan Olympiade serta bagaimana para Pembina olahraga mampu mengelola kegiatan itu untuk menghadapi pengaruh kekuatan-kekuatan dari luar?
Dalam hal politisasi sungguh tidaklah mengherankan jika Helmut Kohl pernah mengatakan ; Even though sport is not practiced in an environtment free of politics, it may not tire in its endeavours to secure the necessary free range and open limits it required (dsb-information Nr.34 of 26.8.1986, dalam Prof.Wischmann,1992). Kendati olahraga tidak dilakukan dalam sebuah lingkungan yang bebas politik, namun olahraga itu tak henti-hentinya berupaya untuk menjamin urgennya keleluasaan ruang dan terbukanya batas-batas.
Belajar dari berbagai kasus yang tentu berkaitan dengan aksi boikot terhadap olympiade pada masa lalu, seperti di olympiade Montreal (1976), Moskow (1980), Los Angeles (1984) adalah merupakan contoh konkret bahwa sesungguhnya power politik yang dipraktekkan untuk mempengaruhi tatanan dunia, dimanfaatkan untuk menekan kegiatan olympiade.
Di Montreal, 19 negara Afrika dan 3 negara Arab dipanggil pulang oleh pemerintahnya atas saran dan masukan dari komite olympiade nasional masing-masing karena New Zealand diizinkan ikut serta yang pada sebelumnya New Zealand berpartisipasi dalam pertandingan olahraga melawan atlet-atlet dari Afrika selatan yang menyebabkan Negara ini dikucilkan dari arena olympiade sejak tahun 1962, tetapi juga menjadi konsekwensi dari meningkatnya power Afrika hitam dalam dunia politik. Dalam olympiade Barcelona 1992 yang lalu, Afrika Selatan kembali diterima berpartisipasi dalam olympiade setelah absent 30 tahun.
Dalam analisis Rosch (1980) dibukunya”Politik und Sport in Geschi Chte und Gegenwart” mengungkapkan bahwa dalam sejarahnya olahraga sering salah digunakan sebagai alat poltik. Penggunaannya sebagai alat politik ibarat benang merah sejak bangsa-bangsa pertama yang berbudaya misalnya Mesopotamia atau Mesir dan dari zaman antik Yunani dan Romawi hingga pada kondisi kekinian.
Lebih-lebih lagi karena olahraga dikenal secara meluas keseluruh dunia. Jutaan pemirsa televise dan pendengar radio, termasuk dari pembaca setia surat kabar mengikuti perkembangan kontes olahraga dalam olympiade, sehingga tentu saja kegiatan tersebut mnegandung makna politik yang kian penting.
Sehingga jika kita simak dengan baik dan seksama atas segala peristiwa tersebut, akar permasalahannya adalah, pertama, ketegangan politik yang terjadi diberbagai belahan dunia dan motif keterlibatan dalam kegiatan itu seperti nampak pada Negara berkembang yang selain didorong oleh motif social,maka olahraga juga dipandang sebagai suatu kebanggaan nasional dan alat untuk membangkitkan kepercayaan diri di forum internasional.
Selanjutnya dalam hal profesionalisme, perubahan substansial dalam olympiade adalah makin tipisnya limit antara amatirisme dan profesionalisme. Pada tahun 1923 misalnya, IOC gagal untuk memecahkan masalah atlet yang kehilangan penghasilan serta kompensasinya melalui ikatan profesional, dan IOC sama sekali melarang segala bentuk penggantian ongkos atau kehilangan penghasilan tersebut karena mengikuti persiapan untuk olympiade 1924. Pada saat yang bersamaan, guru ataupun pelatih juga dilarang pada saat itu untuk ikut berpartisipasi. Bahkan pelanggaran terhadap ketentuan amatir sekecil apapun akan memperoleh sanksi berat. Ada dua contoh kasus pada saat itu. Yang pertama adalah kasus Jago Penthalon dan Dekathlon dalam olympiade Stockhlom (1912), Jim Thorpe, yang kemudian diputuskan untuk tidak diakui hasil yang dicapainya dalam nomor tersebut dan dihukum seumur hidup lantaran yang bersangkutan bermain dalam pertandingan Bisball profesional, meskipun tanpa bayaran, selanjutnya kasus yang kedua adalah kasus pelari kenamaan Paavo Nurmi yang juga dihukum seumur hidup pada tahun 1932 karena memperoleh imbalan sehubungan dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Ini berarti, fungsi profesionalitas secara umum dalam olahraga merupakan bidang pekerjaan specific yang tentunya dilaksanakan berdasarkan prinsip memiliki bakat,minat,panggilan jiwa, dan idealisme, memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu prestasi, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia, memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, memiliki kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan bidang tugas, memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan berlatih atau belajar sepanjang hayat, memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan yang tak kalah urgennya adalah memiliki organisasi profesi dengan mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan.
Oleh karena itu, setiap stakeholder dalam organisasi olahraga mesti harus mampu merencanakan proses pengembangan prestasi yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil yang dicapai, selanjutnya meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi serta kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi, dan seni olahraga itu sendiri, lalu kemudian bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar berbagai pertimbangan jenis kelamin, agama, suku,ras,dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan juga status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran, dan yang terpenting lagi adalah berupaya menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika dan sekaligus dibarengi oleh semangat dan jiwa memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Olahraga dalam politik
Dalam beberapa wacana atua pertemuan kadang muncul pertanyaan, dalam hingar bingar demokrasi yang ribut dan gaduh, apakah mungkin sebuah peristiwa olahraga bebas dari politisasi?
Mungkin ada yang menjawab tidak mungkin dipolitisasi. Tetapi, dalam dosis tertentu, olahraga agaknya memang harus dipolitisasi, apalagi sejarah membuktikan banyak peristiwa olahraga atau sepak terjang tokohnya menjadi gerakan politik atau berpengaruh secara politik.
Sebut saja apa yang dilakukan oleh petinju legendaris Mohammad Ali. Penentangannya untuk masuk wajib militer dan penolakannya dikirim ke Vietnam telah mendorong gerakan antiperang mencapai momentumnya
Keterlibatan tentara Amerika Serikat dalam Perang Vietnam dipersoalkan, terutama yang dikirimkan ke garis depan dan mati dalam kantong-kantong mayat umumnya adalah prajurit berkulit hitam.
Akhirnya, dengan sangat memalukan, Presiden AS Lyndon B Johnson menarik pasukan AS dari Vietnam setelah sekitar 58.000 tentara AS mati di rawa-rawa atau lubang-lubang tikus jebakan tentara Vietcong.
Akibat desakan gerakan antiperang yang antara lain dari tokoh seperti Mohammad Ali dan John Lennon dengan slogannya yang terkenal "Make Love, Not War", Menteri Pertahanan Robert S McNamara akhirnya mengakui apa yang dilakukan tentara AS di Vietnam adalah "It is wrong, terribly wrong".
Mohamad Ali pun kemudian dikenal bukan saja sebagai petinju tersohor, tetapi juga tokoh anti perang dan kampiun gerakan antidiskriminasi warna kulit.
Tan Joe Hok
Di Indonesia, tokoh olahraga nasional yang gerakannya berdampak politik signifikan adalah pebulutangkis tangguh Tan Joe Hok. Ia bisa disamakan dengan Mohammad Ali dalam upayanya memperjuangkan persamaan hak warga negara tanpa memperhitungkan asal-usul dan warna kulitnya.
Dalam buku "99 Tokoh Olahraga Indonesia" yang diterbitkan Perum LKBN Antara bekerjasama dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga itu bisa dibaca cerita prestasi, perjuangan, harapan dan cita-cita Tan Joe Hok.
Lelaki yang ditakdirkan sebagai keturunan Cina itu lahir di Bandung, 11 Agustus 1937, jauh sebelum Republik Indonesia lahir. Ia telah mengharumkan nama Indonesia lewat prestasi tingginya dalam bulutangkis.
Pada 1958, Joe Hok memperkuat tim Piala Thomas yang berhasil membawa pulang trofi kejuaraan dunia beregu putra.
Setahun berikutnya, ia mencetak sejarah dengan menjadi pebulutangkis Indonesia pertama yang menjuarai All England. Tidak cukup dengan itu, ia menyusul gelar itu dengan menjadi juara di Kanada dan Amerika Serikat yang membuat namanya menghiasi majalah olahraga terkenal "Sport Illustrated" edisi 13 April 1959.
Orang-orang di generasinya selalu memuja-muji Tan Joe Hok dan mengakuinya sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang membuat etnis Cina dan pribumi menyatu.Jika Anda hidup di masa atau generasinya, Anda akan menyaksikan masyarakat amat antusias menyaksikannya bertanding.
Nyaris semua orang berkumpul di rumah-rumah yang memiliki pesawat televisi. Mereka berdoa, harap-harap cemas, menonton pertandingan All England atau Piala Thomas, dan sesekali tepuk tangan berteriak mengelu-elukan jagoannya.
"Hidup Tan Joe Hok! Hidup Indonesia!" begitu masyarakat mendukung dan berada di belakang Tan Joe Hok. Tan Joe Hok membuat hubungan antaretnis Tionghoa dan pribumi di banyak tempat di Indonesia berjalan harmonis, sehingga dia dianggap pahlawan oleh banyak kalangan.
Sportivitas dunia politik
Satu hal lain yang harus didorong dari dunia olah raga ke dunia lain, terutama dunia politik adalah aspek sportivitas. Setiap atlet telah ditempa bahwa kalah menang dalam pertandingan adalah hal biasa. Yang penting adalah persiapan, latihan, dan memberikan yang terbaik.
Dalam dunia olahraga berlaku siapa cepat, siapa kuat, dia yang menang, yang juga merupakan motto Olimpiade, citius (lebih cepat), altius (lebih tinggi), fortius (lebih kuat). Siapa yang menang, dia yang terbaik.
Dalam dunia politik, kalah-menang menjadi tidak biasa. Politikus siap menang, tetapi belum tentu siap kalah. Itulah yang menyebabkan bangsa Indonesia, seperti disebut beberapa kalangan, sebagai bangsa yang ribut dan gaduh.
Oleh karena itu, sportivitas dalam dunia olahraga itu patut diadopsi pula oleh dunia politik, termasuk di Pansus DPR soal Bank Century. Itulah yang dimaksud politisasi olahraga.
3. Olahraga dalam ekonomi
Olahraga memang bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan jasmani kita. Namun dibalik manfaat tersebut, olahraga juga mempunyai peluang bisnis yang menguntungkan.Apalagi jika melihat minat dan antusiasme masyarakat Indonesia terhadap kompetisi olahraga tingkat nasional maupun internasional sudah sangat tinggi. Hanya dengan sedikit polesan manajemen olahraga yang andal, sebuah pagelaran olahraga yang sehat akan menjadi lebih menarik dan memberikan keuntungan bisnis yang besar.Sayangnya, pagelaran olahraga selama ini tidak dikelola sebagai peluang bisnis yang dapat diraih dengan manajemen olahraga yang andal. Sehingga timbul kesan, pagelaran olahraga di Tanah Air masih sebatas ajang rekreasi tontonan dan ajang perjuangan untuk meraih pengakuan dunia internasional.
Padahal, peluang menghasilkan keuntungan bagi penyelenggara, federasi, atlet, dan sponsor masih sangat terbuka lebar. saat ini olahraga sudah menjadi makrokosmos ekonomi. Olahraga berperan fungsi sebagai media promosi dan kampanye pemasaran, baik itu menjadi ajang sasaran, pasar maupun sebagai komoditi. Fenomena ini seharusnya telah menyadarkan kita untuk menjadikan olahraga sebagai prime mover atau penggerak laju pertumbuhan ekonomi yang membuka kesempatan kerja, membuka peluang usaha dan ikut mensejahterakan masyrakat.
Di berbagai negara industri maju dan modern, seperti halnya di Amerika, Inggris, Jerman, Perancis, Italia, Spanyol, Belanda, Jepang, Korea Selatan dan China, olahraga telah menjadi industri unggulan sebagai pemasok devisa negara.
Bahkan, di sana, para atlet begitu dihargai dan menjadi sebuah profesi profesional. Dengan ber-kaca dari keberhasilan negara-negara tersebut dan tingginya minat masyarakat dalam negeri terhadap pagelaran olahraga, bukan tak mungkin jika Indonesia juga mampu menjadikan olahraga sebagai industri unggulan. Olahraga yang telah dirancang sebagai tindustri modern yang berskala global, terbuktikan telah menjadi lokomotif atau multiplier effect terhadap tumbuhnya kegiatan bisnis baru, misalnya pariwisata, tempat hiburan, perhotelan, restoran, pengembangan usaha kecil terutama makanan dan minuman. Sehingga pada akhirnya itu semua dapat menciptakan lapangan pekerjaan.
Hal penting untuk maju dan berkembangnya bisnis olahraga akan mendorong penelitian dan pengembangan mutu teknologi olahraga, meningkatkan prestasi, serta memperbanyak kesempatan kerja. banyak orang mengasumsikan industri olahraga sebagai pembuat perlengkapan olahraga, bukan sebagai peluang bisnis yang bisa menghasilkan keuntungan. Jadi dengan ekonomi dalam olahraga ini kita akan merubah pandangan masyarakat tentang industri olahraga dan mulai melihatnya sebagai peluang bisnis.
4. Pariwisata Olahraga (Sport Tourism)
Pariwisata untuk olahraga (Sport tourism) menurut Spillane (1987:30) dapat dibagi dalam dua kategori yaitu : 1. Big sport events yaitu peristiwa-peristiwa olahraga besar seperti Olympic games, kejuaraan ski dunia, kejuaran tinju dunia dan olahraga lainnya yang menarik perhatian tidak hanya pada olahragawannya sendiri tetapi juga ribuan penonton atau penggemarnya. 2. Sporting tourism of the practicioners yaitu pariwisata olahraga bagi mereka yang ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri seperti pendakian gunung, olahgarag naik kuda, berburu, memancing dan lain sebagainya.
Olahraga dan pariwisata merupakan dua disiplin ilmu yang dapat dipadukan sehingga memiliki kekuatan dan efek ganda bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada umumnya dan Sulawesi Utara pada khususnya. Oleh sebab itu olahraga pariwisata saat ini mendapat perhatian besar baik dari pihak pemerintah, swasta, industri olahraga, industri pariwisata, akademisi maupun masyarakat luas. Pertanyaannya adalah bagaimanakan olahraga dapat dikaitkan dengan pariwisata atau dengan kata lain bagaimanakah olahraga dapat dipresentasikan sebagai atraksi wisata sehingga menjadi industri olahraga pariwisata yang mendatangkan keuntungan? Sport Tourism atau Pariwisata untuk Olahraga merupakan paradigma baru dalam pengembangan pariwisata dan olahraga di Indonesia. Paradigma ini telah muncul sebelumnya yang dibuktikan dengan adanya terbitan jurnal internasional ”Sport Tourism” dan pengajaran.

CAKUPAN SOSIAL DALAM DUNIA OLAHRAGA

Person (1966) mengatakan Order olahraga dikaitkan dengan penerapan organisasi sosial secara menyeluruh bahwa penerapan organsiasi, fasilitas dan regulasi tindakan dalam suatu kondisi olahraga. Manusia melakukan tindakan yang terdiri dari struktur dan proses yang mermaknai manusia dalam mengembangkan atensi dan keberhasilan, implementasi dalam menentukan kondisi yang konkrit. Suatu kondisi olahraga kemudian terdiri dari konteks individu yang tercakup dalam olahraga.
a. Situasi olahraga
Menurut Fredsam, 1964) bahwa situasi merupakan total perangkat obyek, apakah orang, kolektif, obyek budaya atau lainnya merupakan respon aktor. Penetapan obyek yang berkaitan dengan kondisi olahraga spesifik agak lebih terpadu, range dari unsur lingkungan sosial dan fisik suatu permainan sepak bola berkaitan dengan dua cara untuk melakukan penghindaran dalam pemahaman sterategi olahraga yang dapat diterapkan dalam suatu team base ball lokal.
Adapun banyak jenis situasi olahraga, jika tidak semuanya menjadi konseptualisasi sebagai suatu sistem sosial. Suatu sistem sosial didefenisikan oleh Caplow (1964) bahwa suatu perangkat seseorang dengan karakteristik identifikasi dalam hubungan yang dapat dikembangkan antara setiap orang dan interaksinya. Dengan Demikian setiap kondisi konstitusi suatu sistem sosial meliputi:
Dua team peserta dalam penentuan bidang sepak bola, Induk dan anak dalam pengembangan permainan mancing dalam permian boat, Sebuah permainan golf profesi yang mendapat perhatian. Sistem sosial mempukoskan pembahasan sosiologi olahraga secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan tingkat akurasi permainan. Yaitu para ahli sosiologi olahraga menpusatkasn perhatiannya bagaimana, mengapa seorang mengembangkan olahraga dan apakah pengaruhnya dalam menentukan aspek lain dari lingkungan sosial.
b. Tipe cakupan olahraga
Adapun secara prilaku yang mencakup dalam olahraga, orang dapat memahami secara konignif, afektif mencakup perbedaan aspek-aspek dari suatu kondisi yang singkat.
1. Cakupan Afektif
Adapun orang dapat berprilaku dalam banyak kondisi olahraga dengan cara dan waktu yang berbeda-beda. Adapun aturan olahraga adalah dilaksanakan atau dimainkan dapat diklasifikasikan dari satu, dua mode prilaku yang tercakup didalamnya cakupan primer dan skunder.
Cakupan primer cenderung mencakup partisipasi aktuasl dalam permainan atau olahraga seperti yang dimainkan tanpa aturan yang dapat menghasilkan suatu permainan yang dapat di flemkan. Banyak olahraga khusus yang di dalamnya terdapat orang-orang juara, kalah, melahirkan bintang, pengganti super bintang, pemain marginal dan pemain-pemain yang tersohor.
Cakupan pemain skunder termasuk bentuk-bentuk lain dari partisipasi, dari beberapa partipasi yang dapat menghasilkan olahraga dan partisipasi melalui pemenuhan konsumsi olahraga. Prosedur bertanggung jawab untuk tahapan ini adalah prosedur yang memiliki spektakuler dalam mengembangkan suatu permainan. Individu yang dapat memproduksi suatu permainan yang aktual atau even olahraga merupakan karakteristik pengembang olahraga yang secara aktual dapat mengembangkan adanya kompetisi olahraga secara langsung dalam berbagai konteks atau berbagai nuansa pemainan. Prosedur langsung mempunyai berbagai pimpinan yang mengembangkan tahapan insterumen dalam suatu permianan yang terdiri dari wasit, manajer dan kapten serta beberapa personal yang melayani suatu cakupan permainan yang dikembangkan. Prosedur yang tidak langsung adalah prosedur yang tidak mempunyai konsekuensi yang terlibat langsung dalam pertandingan namun memberikan kesesuaian dalam pengembangan teknis, promosi atau dukungan olahraga termasuk berbagai maskot, penyajian teknis permainan dan berbagai program-program jaminan olahraga.
Pelanggan yang memahami pentingnya konsumen olahraga secara langsung mengembangkan kinerja satu sama lainnya (ini termasuk kaitan darti beberapa bentuk penyajian dalam mas media. Adapun kemungkian yang menjadi nuansa untuk dapat memainkan peranan dapat diharapkan lewat:1) Investasi untuk sejumlah waktu dan uang dalam berbagai dukungan olahraga secara langsung, atau tidak langsung
2) Mempunyai tarap pengetahuan terpusat pada kinerja olahraga, statisitik olahraga dan strategi olahraga,
3) Mempunyai cakupan efektif (emosi) satu atau lebih kelompok individu atau kelompok dalam sistem olahraga,
4) Pengalaman dan internalisasi atau perasaan perbalisasi yang dapat memberi- kan konsumsi terhadap event olahraga,
5) Menggunakan olahraga sebagai topik utama dari kompensasi dengan berbagai tampilan yang lebih strategis dan
6) Menyusun pemahaman gaya hidup sesuai dengan event olahraga amatir dan professional.
Perbedaan antara komsumsi langsung dan tidak langsung dapat di analisa dengan baik bila pertimbangan spetator menjadi bagian dari kondisi olahraga dan beberapa kaitan dan efek spontan dari beberapa even olahraga baik dalam komsumen olahraga.
2. Cakupan kognitif
Jumlah informasi olahraga yang dapat tersedia untuk setiap orang dalam berbagai Negara memungkinkan untuk dapat menghindari beberapa pengembangan olahraga dunia. Salah satu yang memerlukan informasi mengenai hal tersebut berdasarkan sejarah,struktur, aturan strategis dan kebutuhan teknis yang memberikan olahraga berdasarkan lingkup lingkungannya. Sebaliknya, pengetahuan mengenai keberhasilan atau kegagalan dari pemain secara khusus banyak terjadi dalam suatu team atau dalam liga yang menagani suatu even olahraga khusus juga memerlukan adanya kemungkinan tampilan ensiklopedik. Waktu untuk memahami mengenai probalitas tersebut sangat bersesuaian dengan studi komunikasi yang diterapkan. Adapun terapan tersebut mengarahkan kepada pemahaman orientasi mengenai peranan permainan dalam sistem kognitif pada olahraga umum dan pada kondisi olahraga yang mereka temukan secara khusus.
3. Cakupan Psikomotor
Apakah setiap orang dalam cakupan olahraga akan memberikan point yang sesuai dengan kondisi yang diperlukan menurut disposisi terhadap manifestasi olahraga. Bahkan secara aktual perkembangan olahraga akan menjadi suatu keindahan yang harus dikembangkan berdasarkan tingkat kekuatan legalitas atau identifikasi dalam suatu permainan atau team dalam berbagai perubahan emosional khususnya memahami pemahaman pentingnya olahraga. Contoh ekstrim termasuk pemain yang mengembangkan kontrol sosial dan sering melakukan penyerangan yang bersifat spectator.
Makna efektif atau subjetif dari cakupan olahraga adalah multi dimensional dalam suatu pengertian. Kerja Osgood dan asosiasinya (Osgood, 1957) memperlihatkan bahwa makna kognitif atau secara dimensional merupakan objek yang diperlukan (kaitan sosial, material atau gagasan) yang mempunyai 3 pemahaman komponen atau faktor faktor yang mereka istilahkan meliputi (1) Faktor evaluasi , (2) Faktor potensi , (3) Faktor aktivitas.
Mereka mempunyai identifikasi dari tiga faktor yang merupakan pembauran silang yang bersifat universal dengan menggunakan perbedaan somatic dari suatu instrumen yang meningkat, suatu akses yang konsisten dengan bipolar skala ajective. Dengan demikian untuk berbagai objek sosial contoh, peranan “atlet wanita”.

Pengertian Sosiologi dan Olahraga

A. PENGERTIAN SOSIOLOGI
Secara umum, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan proses-proses social yang terjadi di dalamnya antar hubungan manusia dengan manusia, secara individu maupun kelompok, baik dalam suasana formal maupun material, baik statis maupun dinamis.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi diartikan sebagai ilmu masyarakat yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial,termasuk perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah sosial (norma), lembaga sosial, kelompok serta lapisan sosial. Proses social adalah pengaruh timbale balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbale balik antara kemampuan ekonomi yang tinggi dengan stabilitas politik dan hukum, stabilitas politik dengan budaya, dan sebagainya.
Telah yang lebih dalam tentang sifat hakiki sosiologi akan menampakkan beberapa karakteristiknya yaitu :
1.Sosiologi adalah ilmu sosial berbeda jika dibandingkan dengan ilmu alam kerohanian.
2.Sosiologi merupakan disiplin ilmu kategori bukan normatif, artinya bersifat non etis yakni kajian dibatasi pada apa yang terjadi, sehingga tidak ada penilaian dalam proses pemerolehan dan penyusunan teori.
3.Sosiologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan murni, bukan ilmu pengetahuan terapan, artinya kajian sosiologi ditujukan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak.
4.Sosiologi meupakan ilmu pengetahuan empiris dan rasional artinya didasarkan pada observasi obyektif terhadap kenyataan dengan menggunakan penalaran.
5.Sosiologi bersifat teoritis yaitu berusaha menyusun secara abstrak dari hasil observasi. Abstrak merupakan kerangka unsur yang tersusun secara logis, bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat berbagai fenomena.
6.Sosiologi bersifat komulatif, artinya teori yang tersusun didasarkan pada teori yang mendahuluinya.
Obyek suatu disiplin ilmu dibedakan menjadi obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang menjadi bidang/kawasan kajian ilmu, sedang obyek formal adalah sudut pandang / paradigma yang digunakan dalam mengkaji obyek material.
Sebagai ilmu sosial,obyek material sosiologi adalah masyarakat, sedang obyek formalnya adalah hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Konsepsi masyarakat (society) dibatasi oleh unsur – unsur :
• Manusia yang hidup bersama.
• Hidup bersama dalam waktu yang relatif lama.
• Mereka sadar sebagai satu kesatuan.
• Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang mampu melahirkan kebudayaan.
Secara khusus, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antara individu atau kelompok. Hubungan yang terjadi karena adanya proses sosial dilakukan oleh pelaku dengan berbagai karakter, dilakukan melalui lembaga sosial dengan berbagai fungsi dan struktur sosial. Keadaan seperti ini ternyata juga terdapat dalam dunia olahraga sehingga sosiologi dilibatkan untuk mengkaji masalah olahraga.

B. Pengertian Olahraga
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan dalam Webster’s New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat)
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang dilembagakan.
Tujuan utama olahraga bukanlah pembangunan fisik saja melainkan juga pembangunan mental dan spiritual. Olahraga (Lama) ialah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan atas pilihan sendiri yang bermaksud menguatkan diri baik phisik maupun psychis tanpa mengharapkan suatu hasil materiil tetapi mengharapkan kenaikan prestasi. Olahraga (baru) ialah membentuk manusia Indonesia Pancasila yang fisik kuat-sehat berprestasi tinggi, yang memiliki kemampuan mental dan ketrampilan kerja yang kritis kreatif dan sejahtera. Jadi Olahraga ialah suatu usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada tiap manusia. Lebih tegas dikatakan bahwa olahraga untuk mempertahankan existensi kemanusiaan dan untuk melakukan cita-cita hidup bangsa. Olahraga merupakan pembentukan fisik dan mental
Olahraga adalah suatu pengertian yang bersifat persaingan yang macam-macam bentuk, dan kegiatannya beraneka ragam. Kalau ke aneka ragaman ini diletakkan pada suatu garis lurus, maka pada ujung yang satu terletak sejumlah olahraga yang macam dan bentuknya bersifat permainan sedangkan pada ujung yang lain terdapat berbagai macam olahraga yang sifatnya dipengaruhi baik oleh yang bersifat permainan maupun yang bersifat profesi, yang besar kecilnya pengaruh kedua sifat ini bervariasi menurut macam danbentuk olahraganya.
Suatu kegiatan olahraga biasanya merupakan suatu antar kegiatan sosial yang menyangkut lebih dari satu orang atau kelompok. Kegiatan kegiatan ini biasanya bertujuan untuk mendapatkan suatu imbalan atau hadiah bagi orang atau kelompok yang menang didalam konteks yang diadakan dalam kegiatan olahraga tersebut. Tingkat atau jenis dari imbalan atau hadiah bagi pemenang inilah yang menentukan sifat dan macam dari kegiatan olahraga tersebut. Imbalan atau hadiah bagi pemenang suatu pertandingan olahraga itu bisa berupa penghargaan biasa, atau uang dan kekayaan materil, atau juga berupa penghargaan dan kedudukan sosial didalam masyarakat dan uang serta kekayaaan materil.
Pada hakekatnya, inti suatu kegiatan olahraga adalah suatu kegiatan pertandingan atau konteks dimana team-team olahraga atau individu-individu yang bersangkutan bertanding atau bersaing untuk menunjukkan keunggulan mereka. Keunggulan didalam suatu pertandingan olahraga, biasanya ditentukan oleh suatu kombinasi dari ketrampilan, strategi didalam pertandingan yang sedang berlaku, dan situasi sosial budaya pada saat dan tempat mana pertandingan dilakukan.
Suatu pertandingan olahraga dapat dilihat sebagai sautu konflik social yang teratur yang terjadi didalam batas-batas tertentu yang terdapat didalam suatu jaringan keseimbangan yang relative terbatas dan tetap. Dalam hal ini, suatu pertandingan olahraga tidak hanya dikontrol oleh, peraturan-peraturan yang berlaku yang harus ditaati oleh mereka yang bertanding dan yang pengawasan atas ketaatan mereka yang turut dalam suatu pertandingan dilakukan oleh wasit dan pembantu-pembantunya, tetapi juga oleh respon dari penonton dan semua yang turut berpartisifasi didalam pertandingan tersebut, yang merupakan suatu pola asosiasi atau pengelompokan. Ada dua hal yang menonjol yang terdapat didalam setiap pertandingan olahraga.
Adanya suatu komplik yang teratur, terjadi atara team-team atau individu-individu yang sedang bertanding, dan bersamaan dengan itu adanya suatu ko-operasi yang terjadi diantara anggota-anggota team yang sama secara bersama-sama bertujuan untuk mengalahkan team lawan dalam pertandingan guna memenangkan dan menunjukkan keunggulan mereka didalam arena pertandingan (Lueschen, 1997).
Sebagai suatu pranata sosial, olahraga mempunyai hubungan yang erat dan saling berkaitan dengan pranata-pranata sosial dan budaya yang ada didalam masyarakat yang bersangkutan (Loy JW, 1987). Umpamanya dengan pranata-pranata ekonomi, politik, pendidikan, agama, dan media massa komunikasi. Sebagai suatu bagian yang integral dari masyarakat sebetulnya dapat juga dilihat sebagai suatu refleksi atau pencerminan dari pola kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Karena, pola-pola, begitu juga tingka laku mereka yang sedang bertanding didalam mentaati aturan-aturan pertandingan, sebenarnya berasal dari dan telah menggunakan model-model yang terdapat pada proses-proses sosial dan sistim-sistim sosial budaya yang ada didalam masyarakat yang bersangkutan.
C. PENGERTIAN SOSIOLOGI OLAHRAGA
Sosiologi olahraga merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah keolahragaan. Proses sosial dalam olahraga menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan kerjasama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata yang sudah melembaga. Kelompok sosial dalam olahraga mempelajari adanya tipe-tipe perilaku anggotannya dalam mencapai tujuan bersama, kelompok sosial biasanya terwadahi dalam lembaga sosial, yaitu organisasi sosial dan pranata. Beragam pranata yang ada ternyata terkait dengan fenomena olahraga.

Penerapan Kurikulum di Indonesia


1. Perubahan kurkulum yang terjadi di Indonesia
a. Rencana Pelajaran 1947.
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran.
b. Rencana Pelajaran Terurai 1952.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
c. Kurikulum 1968.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan
d. Kurikulum 1975.
Pengembangan kurikulum 1975 menggunakan pendekatan prosedur pengembangan system instruksional (PPSI) yang berorentasi pencapaian tujuan.
e. Kurikulum 1985 dan 1994
Kurikulum 1984 dan kurikulum 1994 menekankan pada orientasi akademik dan isi.
f. Kurikulum 2004.
1) Menekankan pada kompetensi.
2) Peraturan pemerinta nomor 25 tahun 2000 memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan standar nasional pendidikan yaitu standar isi, standar proses, kompetensi lulusan, penetapan kerangka dasar dan standar kurikulum oleh pemerintah.
3) Dalam kurikulum 2004 terdiri atas Kerangka dasar, standar bahan kajian, standar kompetensi mata pelajaran yang disusun untuk masing-masing mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan.
g. Kurikulum 2006.
1) Menekankan pada kompetensi.
2) Implementasi UU No 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain satandar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian pendidikan.
2. Prinsip Penyusunan Materi Pembelajaran Penjas.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyususnan materi pembelajaran adalah prinsip relevansi, konsistensi dan kecakupan. “prinsip Relevansi artinya keterkaitan materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Prinsip konsistensi artinya keajegan jika kompetensi dasar yang harus dikuasai jika kopetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam gerakan. “prinsip kecakupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan tidak bolah terlalu sedikit tidak boleh terlalu bnyak. Jika terlalu bnyak akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar sedangkan jika terlalu banyak akan membuang-buang awaktu dan tenaga yang tidak perlu.
3. Manajeman Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Manajemen kurikulum berbasis kompetensi pada dasarnya mengelola semua komponen yang terkait dengan pelaksanaan pelaksanaan kurikulum yaitu
a. Standar kurikulum siswa.
b. Strategi Belajar mengajar.
c. Lama pendidikan.
d. Alokasi waktu belajar.
e. Penilaian.

4. Beberapa Model Alternatif untuk pengajaran Pendidikan Jasmani.
Model yang dikembangkan oleh siedentop, mand dan taggart (1986) sebagai berikut :
a. Pengajaran langsung/pemerintah.
b. Pengajaran Tugas /pos.
c. Penajaran kelompok.
d. Pengajaran system kontrak.
e. Manajemen kontigensi.
Model yang dikembangkan oleh Mosston (1966) yang didasarkan pada asumsi bahwa keputusan terhadap proses dan produk pengajaran hendaknya bergeser dari pengajaran terpusat pada guru keterpusat pada anak, darisiswa terkait menjadi katif. Model tersebut yaitu :
a. Model komando.
b. Pengajaran tugas.
c. Pengajaran berpasangan.
d. Pengajarn kelompok.
e. Program individu.
f. Penemuan terbimbing.
g. Pemecahan masalah.

Pengertian Kurikulum Menurut Beberapa Alhli


Pengertian para ahli kurikulum akan mempengaruhi kegiatan pembelajaran dalam kelas dan tanggung jawab guru tentang pendidikan anakitu luar sekolah. Beberapa definisi tentang urikulum sebagai berikut :
J. Salen Saylor yang dikutip ole Nasution (1982) mengatakan bahwa kurikulum meliputi segala pengalaman yang disajikan oleh sekolah agar anak mencapai tujuan yang ditentukan oleh guru. Tujuan ini akan dicapai melalui berbagai pengalaman, baik pengalaman sekolah maupun di luar sekolah.
Harold B. Alberty memandang kurikulum sebagai “ All the Activities that are provide for the students by the school” dengan kurikulum dimaksud segala kegiatan yang disajikan oleh sekolah di dalam kelas dan diluar kelas.
Menurut Wiliam B. Rogan dalam bukunya moderenelemntery curikulum memberikan makna tetang kurikulum dalam arti luas yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah. Kurikulum adalah alat atau instrument untuk mempertemukan kudua pihak agar anak dapat merealisasikan bakatnya secara optimal dan disamping itu juga belajar menyumbngkan jasanya untuk meningkatkan taraf hidup dalam amasyarakat.
Akta Pendidikan 1996 [Peraturan-peraturan (Kurikulum Kebangsaan) Pendidikan 1997] Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Depertemen pendidikan nasional (UNDANG–UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL) Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi.
(Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa) Curriculum as, ‘All the learning which is planned andguided by the school, whether it is carried on ingroups or individually, inside or outside the school. Ways of approaching curriculum theory and practice:
1. Curriculum as a body of knowledge to be transmitted.
2. Curriculum as an attempt to achieve certain ends in students – product.
3. Curriculum as process.
(quoted in Kelly 1983: 10; see also, Kelly 1999) Kurikulum yakni bahwa konsep kurikulum dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis pengertian yang meliputi: (1) kurikulum sebagai produk; (2) kurikulum sebagai program; (3) kurikulum sebagai hasil yang diinginkan: dan (4) kurikulum sebagai pengalaman belajar bagi peserta didik.
(Beane dkk 1986) ‘Kurikulum’ dalam bahasa Latin mempunyai kata akar ‘curere’. Kata ini bermaksud ‘laluan’ atau ‘jejak’. Secara yang lebih luas pula maksudnya ialah ‘jurusan’ seperti dalam rangkai kata jurusan peperangan’. Perkataan’kurikulum’ dalam bahasa Inggris mengandungi pengertian ‘jelmaan’ atau ‘metamorfosis’. Paduan makna kedua-dua bahasa ini menghasilkan makna bahawa perkataan kurikuluin’ ialah ‘laluan dan satu peringkat ke satu peningkat’. Perluasan makna ini memberikan pengertian ‘kurikulum’ dalam perbendaharaan kata pendidikan bahasa Inggeris sebagai jurusan pengajian yang diikuti di sekolah.
(Kliebard, 1982) Kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out7 comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.Perencanaan tersebut disusun secara terstrukturuntuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
(Grayson 197) Kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
(Harsono 2005) Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta metode yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran
(Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan) Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi
(Badan Standardisasi Nasional SNI 19-7057-2004 tentang Kurikulum pelatihan hiperkes dan keselamatankerja bagi dokter perusahaan) Kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan kurikulum menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat.
(John Dewey 1902;5 dalam bukunya ‘The Child and The Curriculum’) Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu siri latihan pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.
(Frank Bobbit 1918, dalam buku ‘The Curriculum’) Kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah
Kurikulum sering didefinisikan secara berbeda, tergantung luas dan sempitnya sudut pandang yang digunakan para pemakainya. Secara luas, oleh Jewet, et. al. (1995) kurikulum diartikan sebagai keseluruhan pengalaman peserta didik yang ditemui di lingkungan persekolahan, dari mulai yang berlangsung formal di dalam kelas, hingga kegiatan ekstra di lapangan olahraga. Sedangkan secara khusus, kurikulum diartikan sebagai suatu rangkaian yang terencana dari pengalaman-pengalaman pengajaran formal yang disajikan oleh guru di dalam kelas. Masih sejalan dengan Jewet et al., Macdonald (2000) mendefinisikan kurikulum sebagai suatu lingkungan budaya yang dipilih secara bertujuan. Artinya, kurikulum adalah sebuah studi tentang "apa yang harus ada dalam dunia belajar dan bagaimana caranya membuat dunia itu."
Tidak semua ahli kurikulum menganut pendirian yang begitu luas mengenai kurikulum. Definisi yag terlampau luas akan mengaburkan pengrtian kurikulum itu yang menghalangi pengolahan dan pemikiran yang tajam tentang kurikulum itu.jika kurikulum dirumuskan sebagai “segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi di dalam dan luar sekolah” atau sebagai sejumlah pengalaman yang potensial dapat diberikan oleh sekolah dengan tujuan agar anak dan pemuda dibiasakan berfikir dan berbuat menurut kelompok atau masyarakat tempat ia hidup. Makana yang sedemikian luas itu membuatnya tidak fungsional. Hilda taba menekankan bahwa tiap kurikulum bagaimanapun polanya selalu mempunyai komponen-komponen tertentu yaitu peryataan tentang tujuan dan sasaran seleksi dan organisasi bahan isi pelajaran, bentuk dan kegiatan pembelajaran dan akhirnya evaluasi sebagai hasil belajar.
Dengan demikian bahwa kurikulum adalah “segala kegiatan dan pengalaman belajar yang dirancang, rencanakan, diprogramkan dan diselenggarakan oleh lembaga bagi anak didiknya dengan maksud untuk mencapai tujuan pendidikan”.

Penerapan Kurikulum Di Singapura

Selama bertahun-tahun, Singapura telah berkembang dari sistem pendidikan ala Inggris yang tradisional menjadi sistem pendidikan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan individual dan mengembangkan bakat.
Keunggulan sistem pendidikan di Singapura terletak pada kebijakan dua-bahasa (Bahasa Inggris/Melayu/Mandarin/Tamil) dan kurikulumnya yang lengkap dimana inovasi dan semangat kewiraswastaan menjadi hal yang sangat diutamakan. Para individu menunjukkan bakat-bakat yang berkaitan satu sama lain dan kemampuan untuk bertahan dalam lingkungan yang penuh dengan persaingan, dipersiapkan untuk sebuah masa depan yang lebih cerah.
beberapa alasan mengapa Singapore menjadi pusat pendidikan terkenal adalah sebagai berikut:
• Pendidikan di Singapore telah memperoleh penghargaan dari seluruh dunia
• Lulusan sekolah Singapore diakui terbaik baik oleh negara Timur maupun negara Barat
• Dengan lingkungan multi-budaya, merupakan suasana kondusif bagi para pelajar untuk memperdalam kemampuan berbahasa Inggris dan bahasa Mandarin mereka
• Singapore merupakan sebuah kota yang aman dan dapat ditempuh dalam beberapa jam dari sebagian besar kota di negara Asia.
• Singapore memiliki lingkungan hidup yang berkualitas tinggi dengan pelayanan kesehatan yang baik, kesenian dan budaya yang menarik, Kehidupan malam yang menarik, dan terdapat banyak restoran dengan beragam jenis menu makanan internasional.
• Lebih dari 7000 perusahaan multi-nasional yang beroperasi di Singapore menawarkan peluang kerja dan jaringan kerja industri yang sangat baik.
• Singapore memiliki sistem transportasi yang sangat baik yang menambah minat bagi pelajar asing.
Apa yang diharapkan warga dari sebuah sistem pendidikan? Bagi orang awam sekalipun pasti tahu bahwa yang dibutuhkan adalah setidaknya kurikulum yang baik, pengajar yang enak, fasilitas memadai, dan biaya murah, jika bisa. Lalu selebihnya mungkin adalah lingkungan yang kondusif, daya saing yang tinggi, serta segala aspek lain yang ada di luar ruang sekolah.
Tampaknya hal itu tersedia di Singapura. Perbandingan sistem pendidikan di Singapura dengan Indonesia seperti bumi dan langit rasanya. Departemen Pendidikan Singapura (Ministry of Education) tampaknya lebih banyak bekerja dan memberi perhatian besar pada pengembangan pendidikan ketimbang memanfaatkan pendidikan sebagai sumber rezeki bagi oknum atau pegawai-pegawai departemen itu.
Dari sekolah dasar hingga universitas, misalnya, siswa sudah dipantau dan diarahkan untuk mendapatkan pendidikan yang cocok untuknya. Jadi, tidak semua warga layak atau bebas masuk universitas di Singapura. Bagi mereka yang tidak layak masuk universitas di Singapura, memang bebas memilih kuliah di luar negeri sesuai dengan kemampuan orangtua, tetapi tidak bebas masuk universitas di Singapura jika tidak melewati tes tertentu.
Dengan pendapatan per kapita lebih dari 24.000 dollar AS per tahun, Singapura termasuk paling kaya di dunia. Namun, Singapura tidak menyamaratakan bahwa semua warga pasti mampu. Biaya sekolah di Singapura relatif murah. Yang diperlukan adalah biaya di luar uang sekolah seperti penunjang kelancaran sekolah, transportasi, buku-buku, dan lainnya.
Untuk keluarga yang tidak mampu, pemerintah menyediakan beasiswa jika perlu. Itu disediakan untuk memastikan bahwa kemiskinan bukan hambatan untuk mengenyam pendidikan.
Meski mobil bukan persoalan bagi kebanyakan warga di Singapura, untuk kelancaran transportasi anak-anaknya tersedia berbagai mode transportasi, mulai dari MRT, dipadu dengan rangkaian bus kota yang memiliki akses ke semua sekolah. Untuk transportasi ke dan dari Nanyang Technological University (NTU), misalnya, tersedia berbagai jalur bus yang membelah masuk ke kompleks universitas di Jurong.
Apa lagi? Ruang kelas, perpustakaan, kantin sekolah, dan tempat bersantai juga tersedia. Ruang kelas ditata secara bersih dan membuat murid bisa melihat guru atau dosen dan sebaliknya dosen atau guru bisa memantau semua anak didiknya. Kelas diperlengkapi dengan peralatan yang memudahkan guru melakukan presentasi lewat slide yang sudah melekat di setiap ruang sekolah sehingga tidak perlu repot setiap kali melakukan presentasi. Janganlah segan makan di kantin-kantin sekolah, jenisnya cukup banyak, relatif sehat, dan murah lagi.
Akses internet hingga ke ruang-ruang kelas juga tersedia dan gratis hanya dengan mendaftar untuk mendapatkan ID dari sekolah dan universitas. Hal itu memang sengaja dilakukan untuk membuat murid memiliki akses yang mudah mendapatkan informasi. Terkadang bahan pelajaran juga sudah dipajang di situs internet yang membuat mahasiswa bisa mengakses secara on-line.
Dosen-dosen dan guru di Singapura juga tidak kalah profesionalnya. Dengan gaji yang tergolong memadai, orang- orang terangsang menjadi guru. Tidak semua guru berasal dari Singapura sendiri.
Dengan jumlah penduduk yang sedikit, hanya 4 juta jiwa lebih, Singapura memerlukan pasokan guru. Untuk itu terkadang guru didatangkan dari negara lain. Untuk level universitas, misalnya, NTU dan National University of Singapore (NUS) tak segan menawarkan gaji yang tinggi menyamai gaji di Harvard Business School. “Kami memang harus bersaing dan menawarkan rangsangan yang lumayan untuk bisa menarik orang-orang yang punya talenta dunia,” demikian dosen di NTU, Ang Poo Wah.
Dosen-dosen di NTU, misalnya, tidak sedikit yang menjadi orang-orang hebat di negara asalnya dan kemudian direkrut menjadi dosen di Singapura. Masalahnya, Singapura berniat menjadikan dirinya sebagai pusat pendidikan berkelas internasional, setelah berhasil menjadikan dirinya sebagai pusat pelayanan kesehatan terbagus di Asia Tenggara.
Kegiatan di universitas dan di sekolah-sekolah bukan sebatas acara belajar-mengajar rutin di ruang-ruang kelas. Hampir setiap bulan tampil pembicara tamu berkaliber internasional membawakan topik-topik baru yang ditemukan di dunia.
Pemerintah Singapura tidak segan-segan mendatangkan, misalnya, Michael Porter, Philip Kottler, ahli manajemen terkenal di dunia, serta dosen-dosen kaliber internasional yang memang mahal tarifnya tetapi Singapura tidak pelit soal itu.
Jadi, selain mendapatkan ilmu, mahasiswa juga diberi pencerahan dengan menghadiri seminar-seminar gratis tetapi sangat berkualitas. Jangan bayangkan presentasi mereka seperti guru-guru atau dosen-dosen yang direkrut begitu saja untuk jadi pengajar P4 yang membuat ngantuk di negara kita pada zaman Orde Baru.


Gilanya lagi, sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan di Singapura tidak berhenti melirik perkembangan pendidikan di negara lain. Maka, muncullah misalnya aliansi antara sekolah bisnis di NTU dan Sloan School of Management di Massachusetts Institute of Technology.
Aliansi seperti itu dibiarkan dirangsang sendiri oleh masing-masing fakultas. Universitas hanya memberi persetujuan. Otonomi masing-masing fakultas dibuat sedemikian tinggi dan dibiarkan mampu memikirkan pengembangan diri sendiri. Soal pendanaan, tampaknya tidak menjadi masalah. NTU, misalnya, sudah memiliki endowment fund dari pemerintah sebesar 200 juta dollar Singapura.
Maka, tidak heran jika NTU, NUS, dan Singapore Management University dengan mudah membangun aliansi dengan Harvard University, Wharton School, dan universitas kelas satu lainnya di AS. Kerja sama internasional pendidikan juga dilakukan dengan banyak negara. Namun, kemajuan pendidikan di AS membuat Singapura lebih berkiblat ke AS.
Mahasiswa di Singapura sering kali mendapatkan kesempatan untuk melakukan studi tur dengan menjelajah dunia. Bagi mahasiswa yang mampu dibiarkan membayar sendiri, tetapi dengan subsidi universitas. Namun, bagi yang tidak mampu tersedia beasiswa yang memungkinkan mereka tinggal di hotel, seperti JW Marriott. Bayangkan, misalnya, selama satu setengah bulan mahasiswa pascasarjana di Nanyang MBA Fellowship Programme tinggal di apartemen yang dikelola JW Marriott di Boston.
Jadi, persoalan bukanlah pada fasilitas dan beasiswa. Mahasiswa tinggal menyediakan waktu dan niat untuk belajar tekun tanpa harus diganggu oleh ketiadaan biaya. Bukan hanya itu, Pemerintah Singapura tidak saja bersedia mendidik warganya, tetapi juga bersedia merekrut calon-calon siswa dan mahasiswa dari negara tetangga dan dengan beasiswa serta tawaran kesempatan kerja di Singapura. Karena itu, tidak heran jika ada warga melayu dari Padang hingga Klaten belajar di Singapura dengan bantuan, termasuk ongkos pesawat pergi pulang saat liburan.
Singapura sadar akan potensi kekurangan tenaga kerja. Niat Singapura untuk menawarkan beasiswa bukan sekadar menjadikan mereka sebagai tenaga di Singapura suatu saat. Bagi mahasiswa yang kembali bekerja di negara asalnya, setidaknya diharapkan bisa menjadi orang yang kenal dan sayang dengan Singapura dan bisa menjadi jaringan Singapura di kemudian hari.
Bukan itu saja, dengan mengundang mahasiswa dari luar, Pemerintah Singapura otomatis membuat warganya terbiasa bergaul secara internasional ketika masih berada di sekolah. Itu sesuai dengan posisi Singapura sebagai hub regional sehingga warganya tidak menjadi seperti katak di bawah tempurung. Bicara soal silabus dan kurikulum, departemen pendidikan di Singapura setiap kali bekerja untuk melakukan evaluasi. Setiap perkembangan baru selalu disisipkan pada silabus baru.
Jadi, itulah pendidikan di Singapura, bukan sekadar menyediakan sarana dan prasarana yang baik, tetapi terus melakukan up-dating dari tahun ke tahun. Itu semua dilakukan sebagai pengejawantahan visi dan misi pendidikan di Singapura.
Bukan itu saja, iklim persaingan di antara keluarga dan komunitas di Singapura menjadi salah satu kunci rahasia sukses pendidikan di Singapura. Bayangkan, orangtua, rekan, pasangan, atau pacar seperti “memaksa” siswa dan mahasiswa untuk menjadi juara satu atau tidak sama sekali. Hanya ada satu orang juara satu. Akan tetapi, dengan prinsip itu, semua orang berlomba mendapatkan nilai terbaik dan tidak jarang sejumlah besar mahasiswa sama-sama memiliki nilai A semuanya.
Apa sih kurangnya pendidikan di Singapura? Tidak ada jika dibandingkan dengan pendidikan di Indonesia, misalnya. Yang mungkin masih kurang adalah keberanian siswa dan mahasiswa berbicara di ruang kelas dan mempertanyakan kebenaran sistem dari negara yang tidak begitu bebas. Mahasiswa Singapura tidak begitu cerewet di kelas seperti masyarakatnya. Inilah yang disadari oleh PM Lee Hsien Loong (BG Lee). Kebebasan berekspresi secara nasional ala Singapura ternyata berdampak di kelas-kelas. Maka itu, kini BG Lee menawarkan paradigma baru, yakni kebebasan bicara.
Sistem pendidikan Singapura bertujuan untuk menyediakan siswa dengan berbasis luas dan pendidikan holistik.. Dengan multi-budaya dan multi-rasial karakteristik dari Singapura, bilingual kebijakan adalah kunci fitur pendidikan Singapura sistem Berdasarkan kebijakan dwibahasa, setiap siswa belajar bahasa Inggris yang merupakan bahasa kerja umum. Students also learn their mother tongue language (Chinese, Malay or Tamil), Siswa juga belajar bahasa ibu mereka bahasa (Cina, Malay atau Tamil), untuk membantu mereka mempertahankan identitas etnis, kebudayaan, warisan budaya dan nilai-nilai.
nasional kurikulum Singapore bertujuan untuk mendidik anak masing-masing potensi penuh, untuk menemukan talenta dan untuk mengembangkan dalam dirinya semangat untuk-lama belajar kehidupan. Siswa melalui berbagai pengalaman untuk mengembangkan keterampilan dan nilai-nilai yang mereka perlukan untuk hidup. Mengajarkan kurikulum berbasis-luas keaksaraan, berhitung, bilingualisme, ilmu pengetahuan, humaniora, estetika, pendidikan fisik, kewarganegaraan dan pendidikan moral dan Pendidikan Nasional.
Selama bertahun-tahun, kurikulum telah ditelaah untuk mengatasi kebutuhan untuk seperangkat nilai-nilai, pengetahuan dan kompetensi, dan pada saat yang sama, memungkinkan diferensiasi untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan bakat dan kemampuan yang berbeda. Untuk memungkinkan siswa untuk mencapai hasil pembelajaran dari setiap mata pelajaran tertentu dan DOE, tiga daerah yang luas dianggap, yaitu kurikulum, strategi pengajaran dan penilaian.
1. Kurikulum Ikhtisar (Primer).
Pada tingkat dasar rendah, terutama Pendidikan Jasmani berkonsentrasi pada pengembangan gerakan dasar anak muda itu dan keterampilan psikomotorik. murid utama Hilir akan melakukan lebih dari gerakan senam mendasar seperti pendidikan dan tari. Melalui kegiatan ini, murid-murid di bawah sekunder akan mampu mengasah kemampuan dasar mereka psikomotor dan mengembangkan kemudahan dalam melakukan aktivitas fisik sederhana seperti tarian.
Di tingkat primer atas, fokus dari pendidikan jasmani yang akan mengambil pergeseran dan mulai berkonsentrasi pada permainan memperkenalkan konsep-konsep dasar kepada siswa. Namun, keterampilan psikomotorik dasar murid tidak akan terlupakan baik. Upper fisik pendidikan dasar justru akan membawa pelatihan keterampilan psikomotorik ke tingkat yang lebih tinggi, menyempurnakan ketrampilan mereka melalui berbagai kegiatan fisik menuntut.
Di tingkat SD, bidang pendidikan dasar fisik yang meliputi meliputi pendidikan Senam, Tari, Kesehatan dan Kebugaran Manajemen, Games dan Atletik.
2. Kurikulum Ikhtisar (Sekunder)
Pada tahun-tahun sekolah menengah yang murid melalui, penekanan tidak lagi pada pengembangan keterampilan psikomotor dan memperkenalkan konsep permainan. Sebaliknya, akan fokus pada penguasaan permainan. Murid didorong untuk memperbaiki dan mengasah kemampuan mereka dalam permainan dan akhirnya mencapai penguasaan tertentu dan kepercayaan bermain permainan.
Selain itu, kegiatan fisik yang dilakukan di sekolah menengah juga akan diarahkan untuk membangun karakter dan pelatihan kepemimpinan, yang merupakan ciri-ciri penting bahwa siswa harus mengembangkan. Melalui olahraga tim, diharapkan bahwa siswa secara bertahap akan mengembangkan semangat kompetitif dan mengambil inisiatif dalam memimpin tim.
Bidang pendidikan dasar fisik yang tercakup dalam tahun-tahun sekolah menengah meliputi Atletik, Renang, Teritorial Games, Menyerang Games dan Permainan Bersih.
3. Kurikulum Overview (Pra-Universitas)
Pada tingkat pra-universitas, fokus Pendidikan Jasmani sekali lagi perubahan. Penekanan Pendidikan Jasmani di sekolah pra-universitas adalah pada spesialisasi dan penyempurnaan tingkat penguasaan.
Murid akan didorong untuk mengambil pilihan tertentu olahraga dan permainan yang mereka tertarik Murid kemudian akan menghadiri kelas-kelas pada olahraga ini dipilih dan melanjutkan untuk menguasai olahraga ini pada tingkat yang lebih tinggi. Melalui spesialisasi ini, diharapkan bahwa siswa akan memilih untuk mengambil olahraga yang mereka suka untuk pencarian seumur hidup.
Bidang pendidikan dasar fisik yang tercakup dalam tahun-tahun pra-universitas termasuk Manajemen Kesehatan dan Kebugaran, Tari, Renang dan Tantangan Individu.