BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SOSIOLOGI
Secara umum, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan proses-proses social yang terjadi di dalamnya antar hubungan manusia dengan manusia, secara individu maupun kelompok, baik dalam suasana formal maupun material, baik statis maupun dinamis.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi diartikan sebagai ilmu masyarakat yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial,termasuk perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah sosial (norma), lembaga sosial, kelompok serta lapisan sosial. Proses social adalah pengaruh timbale balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbale balik antara kemampuan ekonomi yang tinggi dengan stabilitas politik dan hukum, stabilitas politik dengan budaya, dan sebagainya.
Telah yang lebih dalam tentang sifat hakiki sosiologi akan menampakkan beberapa karakteristiknya yaitu :
1.Sosiologi adalah ilmu sosial berbeda jika dibandingkan dengan ilmu alam kerohanian.
2.Sosiologi merupakan disiplin ilmu kategori bukan normatif, artinya bersifat non etis yakni kajian dibatasi pada apa yang terjadi, sehingga tidak ada penilaian dalam proses pemerolehan dan penyusunan teori.
3.Sosiologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan murni, bukan ilmu pengetahuan terapan, artinya kajian sosiologi ditujukan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak.
4.Sosiologi meupakan ilmu pengetahuan empiris dan rasional artinya didasarkan pada observasi obyektif terhadap kenyataan dengan menggunakan penalaran.
5.Sosiologi bersifat teoritis yaitu berusaha menyusun secara abstrak dari hasil observasi. Abstrak merupakan kerangka unsur yang tersusun secara logis, bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat berbagai fenomena.
6.Sosiologi bersifat komulatif, artinya teori yang tersusun didasarkan pada teori yang mendahuluinya.
Obyek suatu disiplin ilmu dibedakan menjadi obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang menjadi bidang/kawasan kajian ilmu, sedang obyek formal adalah sudut pandang / paradigma yang digunakan dalam mengkaji obyek material.
Sebagai ilmu sosial,obyek material sosiologi adalah masyarakat, sedang obyek formalnya adalah hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Konsepsi masyarakat (society) dibatasi oleh unsur – unsur :
• Manusia yang hidup bersama.
• Hidup bersama dalam waktu yang relatif lama.
• Mereka sadar sebagai satu kesatuan.
• Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang mampu melahirkan kebudayaan.
Secara khusus, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antara individu atau kelompok. Hubungan yang terjadi karena adanya proses sosial dilakukan oleh pelaku dengan berbagai karakter, dilakukan melalui lembaga sosial dengan berbagai fungsi dan struktur sosial. Keadaan seperti ini ternyata juga terdapat dalam dunia olahraga sehingga sosiologi dilibatkan untuk mengkaji masalah olahraga.
B. Pengertian Olahraga
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan dalam Webster’s New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat)
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang dilembagakan.
Tujuan utama olahraga bukanlah pembangunan fisik saja melainkan juga pembangunan mental dan spiritual. Olahraga (Lama) ialah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan atas pilihan sendiri yang bermaksud menguatkan diri baik phisik maupun psychis tanpa mengharapkan suatu hasil materiil tetapi mengharapkan kenaikan prestasi. Olahraga (baru) ialah membentuk manusia Indonesia Pancasila yang fisik kuat-sehat berprestasi tinggi, yang memiliki kemampuan mental dan ketrampilan kerja yang kritis kreatif dan sejahtera. Jadi Olahraga ialah suatu usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada tiap manusia. Lebih tegas dikatakan bahwa olahraga untuk mempertahankan existensi kemanusiaan dan untuk melakukan cita-cita hidup bangsa. Olahraga merupakan pembentukan fisik dan mental
Olahraga adalah suatu pengertian yang bersifat persaingan yang macam-macam bentuk, dan kegiatannya beraneka ragam. Kalau ke aneka ragaman ini diletakkan pada suatu garis lurus, maka pada ujung yang satu terletak sejumlah olahraga yang macam dan bentuknya bersifat permainan sedangkan pada ujung yang lain terdapat berbagai macam olahraga yang sifatnya dipengaruhi baik oleh yang bersifat permainan maupun yang bersifat profesi, yang besar kecilnya pengaruh kedua sifat ini bervariasi menurut macam danbentuk olahraganya.
Suatu kegiatan olahraga biasanya merupakan suatu antar kegiatan sosial yang menyangkut lebih dari satu orang atau kelompok. Kegiatan kegiatan ini biasanya bertujuan untuk mendapatkan suatu imbalan atau hadiah bagi orang atau kelompok yang menang didalam konteks yang diadakan dalam kegiatan olahraga tersebut. Tingkat atau jenis dari imbalan atau hadiah bagi pemenang inilah yang menentukan sifat dan macam dari kegiatan olahraga tersebut. Imbalan atau hadiah bagi pemenang suatu pertandingan olahraga itu bisa berupa penghargaan biasa, atau uang dan kekayaan materil, atau juga berupa penghargaan dan kedudukan sosial didalam masyarakat dan uang serta kekayaaan materil.
Pada hakekatnya, inti suatu kegiatan olahraga adalah suatu kegiatan pertandingan atau konteks dimana team-team olahraga atau individu-individu yang bersangkutan bertanding atau bersaing untuk menunjukkan keunggulan mereka. Keunggulan didalam suatu pertandingan olahraga, biasanya ditentukan oleh suatu kombinasi dari ketrampilan, strategi didalam pertandingan yang sedang berlaku, dan situasi sosial budaya pada saat dan tempat mana pertandingan dilakukan.
Suatu pertandingan olahraga dapat dilihat sebagai sautu konflik social yang teratur yang terjadi didalam batas-batas tertentu yang terdapat didalam suatu jaringan keseimbangan yang relative terbatas dan tetap. Dalam hal ini, suatu pertandingan olahraga tidak hanya dikontrol oleh, peraturan-peraturan yang berlaku yang harus ditaati oleh mereka yang bertanding dan yang pengawasan atas ketaatan mereka yang turut dalam suatu pertandingan dilakukan oleh wasit dan pembantu-pembantunya, tetapi juga oleh respon dari penonton dan semua yang turut berpartisifasi didalam pertandingan tersebut, yang merupakan suatu pola asosiasi atau pengelompokan. Ada dua hal yang menonjol yang terdapat didalam setiap pertandingan olahraga.
Adanya suatu komplik yang teratur, terjadi atara team-team atau individu-individu yang sedang bertanding, dan bersamaan dengan itu adanya suatu ko-operasi yang terjadi diantara anggota-anggota team yang sama secara bersama-sama bertujuan untuk mengalahkan team lawan dalam pertandingan guna memenangkan dan menunjukkan keunggulan mereka didalam arena pertandingan (Lueschen, 1997).
Sebagai suatu pranata sosial, olahraga mempunyai hubungan yang erat dan saling berkaitan dengan pranata-pranata sosial dan budaya yang ada didalam masyarakat yang bersangkutan (Loy JW, 1987). Umpamanya dengan pranata-pranata ekonomi, politik, pendidikan, agama, dan media massa komunikasi. Sebagai suatu bagian yang integral dari masyarakat sebetulnya dapat juga dilihat sebagai suatu refleksi atau pencerminan dari pola kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Karena, pola-pola, begitu juga tingka laku mereka yang sedang bertanding didalam mentaati aturan-aturan pertandingan, sebenarnya berasal dari dan telah menggunakan model-model yang terdapat pada proses-proses sosial dan sistim-sistim sosial budaya yang ada didalam masyarakat yang bersangkutan.
C. PENGERTIAN SOSIOLOGI OLAHRAGA
Sosiologi olahraga merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah keolahragaan. Proses sosial dalam olahraga menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan kerjasama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata yang sudah melembaga. Kelompok sosial dalam olahraga mempelajari adanya tipe-tipe perilaku anggotannya dalam mencapai tujuan bersama, kelompok sosial biasanya terwadahi dalam lembaga sosial, yaitu organisasi sosial dan pranata. Beragam pranata yang ada ternyata terkait dengan fenomena olahraga.
D. BIDANG KAJIAN SOSIOLOGI OLAHRAGA
Bidang kajian sosiologi olahraga sangat luas, mengingat hal itu para ahli berupaya mencari batasan bidang kajian yang relevan misalnya:
a. Heizemann menyatakan bagian dari teori sosiologi yang dimasukkan dalam ilmu olahraga meliputi:
• Sistem sosial yang bersangkutan dengan garis sosial dalam kehidupan bersama, seperti kelompok olahraga, tim, dan klub olahraga lainnya.
• Masalah figure sosial, seperti figure olahragawan, Pembina, yang berkaitan dengan usia, pendidikan, dan pengalaman.
b. Plessner dalam studi sosiologi olahraga menekankan pentingnya perhatian yang harus diarahkan pada pengembangan olahraga dan kehidupan dalam industri modern dengan mengkaji teori kompensasi.
c. G Magname menguraikan tentang kedudukan olahraga dalam kehidupan sehari-hari, masalah olahraga rekreasi, masalah juara, dan hubungan antara olahraga dengan kebudayaan.
d. John C.Phillips mengkaji tema yang berhubungan dengan olahraga dan kebudayaan, pertumbuhan, dan rasional dalam olahraga.
e. Abdul Kadir Ateng menawarkan pokok kajian sosiologi olahraga yang meliputi pranata sosial, seperti sekolah, dan proses sosial seperti perkembangan status sosial atau prestise dalam kelompok dan masyarakat.
Berikut ini contoh-contoh sosiologi olahraga yang dinyatakan oleh Abdul Kadir Ateng:
• Pelepasan emosi (dengan cara yang dapat diterima masyarakat).
• Pembentukan pribadi (mengembangkan identitas diri)
• Kontrol sosial (penyerasian dan kemampuan prediksi)
• Sosialisasi (membangun perilaku dan nilai-nilai bersama yang sesuai)
• Perubahan sosial (interaksi sosial, asimilasi dan mobilitas)
• Kesadaran (pola tingkah laku yang benar)
• Keberhasilan (cara pencapaian dengan turut aktif atau sebagai penikmat)
E. PENGERTIAN SISTEM SOSIAL
Berasal dari bahasa Yunani yang berarti sehimpunan dari bagian/komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama lain secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan.
1. Pengertian sistem yang digunakan untuk menunjuk sehimpunan gagasan/ide yang tersusun dan membentuk suatu kesatuan yang logis dan kemudian sebagai sebuah pikiran filsafat tertentu misalnya agama, bentuk pemerintahan.
2. Pengertian sistem digunakan untuk menunjuk sekelompok atau sehimpunan/sekesatuan dari benda-benda tertentu yang memiliki hubungan secara khusus. Contoh: Arloji.
3. Pengertian sistem dipergunakan dalam arti metode atau tata cara. Contoh: sistem pernapasan.
Ciri-ciri khusus dari satu sistem adalah:
a. Sistem terdiri dari banyak bagian/komponen.
b. Komponen-komponen sistem saling berhubungan satu sama lain dalam pola saling ketergantungan.
c. Keseluruhan sistem lebih dari sekadar penjumlahan dari komponen-komponennya. (lebih kea rah kualitas. kontribusi dari komsumen yang satu dan yang lain)
Talcott Parsons : Sistem sebagai sebuah pengertian yang menunjuk pada adanya saling ketergantungan antara bagian-bagian, komponen-komponen, dan proses-proses yang mengatur hubungan tersebut. Parsons menambahkan karakteristik lain dari suatu sistem yaitu bahwa sistem sosial cenderung akan selalu mempertahankan keseimbangan.(katup pengaman AGIL: Adaptation, goal attainment, integration, latent pattern maintenance).
Goal attainment: tujuan yang ingin dicapai
Integration: Kemampuan untuk berintegrasi Latent pattern maintenance: pola-pola yang tidak kelihatan
(Tercipta social order: keteraturan).
Dalam konsep saling ketergantungan cirri-ciri antara lain:
1.Paling kurang ada dua bagian atau lebih yang saling menjadi gantungan bagi yang lainnya.
2.Dalam konsep saling ketergantungan kata “saling” tidak harus diinterpretasikan sebagai keadaan yang memperlihatkan keseimbangan murni, misalnya 50% berbanding 50%.
3.Dalam konsep saling ketergantungan terkadang adanya saling membutuhkan dengan pengertian bahwa saling membutuhkan itu tidak selamanya harus seimbang oleh sebab itu kebutuhan satu elemen atau bagian erat berkaitan dengan elemen lainnya dalam sistem tersebut.
Menurut Auguste Comte beberapa pokok pikiran penting yang terdapat dari organisma biologis ada kesamaanya dengan organisasi sosial. Alasan Comte:
1. Sosiologi dan biologi mempunyai hubungan yang sangat erat karena keduanya mempelajari organisma. Biologi mempelajari organisma tubuh organik sedangkan sosiologi mempelajari masyarakat organic atau organisma sosial.
2. Begitu dekatnya biologi dan sosiologi sehingga yang disebut dengan istilah masyarakat atau organisma sosial adalah terdiri dari keluarga-keluarga sebagai elemen atau sel, kelas-kelas atau lapisan dalam masyarakat adalah kelenjar-kelenjar, kota adalah organ-organnya.
3. Sosiologi dalam pandangan Comte merupakan ilmu poditif atau ilmu empiric yang dapat menggunakan metode ilmiah untuk membuat masyarakat menjadi lebih baik.
4. Comte sangat menganjurkan keteraturan sosial dan keseimbangan dan membenci kekacauan.
Pokok-poko pikiran H. Spencer
1. Proses evolusi berjalan dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks. Ini merupakan analogi berarti sebagai organisma sosial masyarakat berkembang dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks.
2. Mencakup perbandingan antara individu sebagai makhluk biologis dan masyarakat sebagai makhluk sosial.
Alasan analogi Spencer.
1. Masyarakat bertumbuh dan berkembang dar yang sederhana ke yang kompleks.
2. Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat berjalan secara pelan-pelan atau evolusioner.
3. Walaupun jumlah institusi sosial itu bertambah banyak hubungan antara institusi dengan institusi lainnya tetap dipertahankan karena semua institusi itu berkembang dari institusi yang sama.
4. Seperti halnya bagia dalam organisma biologis, bagian-bagian organisma sosial itu memiliki sistem-sistemnya sendiri (sebagai sub sistem) yang dalam beberapa hal tertentu dia berdikari.
Kehidupan sosial sebagai suatu sistem sosial.
Kehidupan sistem sosial harus dipandang sebagai suatu sistem yaitu sistem sosial yakni suatu keseluruhan bagian-bagian atau unsure-unsur yang saling berhubungan dalam satu kesatuan. Kehidupan sosial adalah kehidupan bersama manusia atau kesatuan manusia yang hidup dalam suatu pergaulan oleh karena itu kehidupan sosial pada dasarnya ditandai oleh:
a. Adanya manusia yang hidup bersama yang dalam ukuran minimalnya berjumlah dua orang atau lebih.
b. Manusia tersebut bergaul atau berhubungan dan hidup bersama dalam waktu yang cukup lama oleh karena itu terjadilah adaptasi dan pengorganisasian perilaku serta munculnya suatu perasaan sebagai kesatuan.
c. Adanya kesadaran bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
d. Suatu sistem kehidupan bersama
Ciri-ciri interaksi sosial menurut Loomis:
1. Pihak yang berinteraksi berjumlah lebih dari satu orang
2. Adanya komunikasi antara pihak-pihak tersebut dengan menggunakan lambing-lambang tertentu
3. Adanya dimensi waktu yang mencakup masa lampau, masa kini, dan masa mendatang
4. Adanya tujuan-tujuan tertentu
“Kehidupan sosial dapat dilihat dalam struktur sosial”
Struktur sosial adalah suatu pergaulan hidup manusia meliputi barbagai tipe kelompok yang terjadi dari orang banyak dan meliputi pula lembaga-lembaga dimana orang banyak tadi ambil bagian.
Di dalam struktur sosial terdapat pranata atau lembaga sosial. Talcot parsons mengatakan pranata-pranata atau pola-pola kelembagaan adalah suatu aspek pokok mengenai apa yang digeneralisasikan merupakan struktur sosial.
Kelompok sosial
Salah satu wujud dari struktur sosial adalah kelompok sosial. Kelompok sosial merupakan kumpulan manusia tetapi bukan sembarang kumpulan. Suatu kumpulan manusia dapat dikatakan sebagai kelompok sosial apabila memenuhi criteria sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
2. Adanya hubungan timbal balik antara yang satu dengan lainnya dalam kelompok itu.
3. Adanya suatu factor yang dimiliki bersama oleh anggota-aggota kelompok itu sehingga hubungan antara mereka bertambah erat.
4. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
Lembaga sosial (menurut selo soemarjan)
Lembaga sosial/lembaga kemasyarakatan adalah himpunan dari norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kehidupan pokok di dalam kehidupan masyaarakat.
Menurut Rosed dan Warren, lembaga sosial adalah pola-pola yang telah mempunyai kedudukan tetap atau pasti untuk mempertemukan macam-macam kebutuhan manusia yang muncul dari kebiasaan-kebiasaan dengan mendapatkan persetujuan dengan cara-cara yang sudah tidak dapat dipungkiri lagi untuk memenuhi konsep kesejahteraan masyarakat dan menghasilkan suatu struktur.
“Pranata keluarga, pendidikan, ekonomi, agama” Menurut Koentjaraningrat.
Margono Slamet: pranata keluarga, ekonomi, pemerintahan, agama dan norma-norma, pendidikan dan penerangan umum, dan kelas masyarakat.
Unsur-unsur sistem sosial
Suatu sistem sosial yang menjadi pusat perhatian barbagai ilmu sosial pada dasarnya merupakan wadah dari proses-proses dan pola-pola interaksi sosial.
Menurut Soryono Soekanto unsur-unsur pokok suatu sistem sosial adalah:
1. kepercayaan yang merupakan pemahaman terhadap semua aspek alam semesta yang dianggap sebagai suatu kebenaran mutlak.
2. Perasaan dan pikiran yaitu suatu keadaan kejiwaan manusia yang menyangkut keadaan sekelilingnya baik yang bersifat alamiah maupun sosial.
3. Tujuan merupakan suatu cita-cita yang harus dicapai dengan cara mengubah sesuatu atau mempertahankannya.
4. Kaidah atau norma yang merupakan pedoman untuk bersikap/berperilaku secara pantas.
5. Kedudukan dan peranan: kedudukan merupakan posisi-posisi tertentu secara vertical sedangkan peranan adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik secara structural maupun prosesual.
6. Penguasaan yang merupakan proses yang bertujuan untuk mengajak, mendidik, atau bahkan memaksa masyarakat untuk mentaati kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku.
7. Sanksi-sanksi positif dan negative.
8. Fasilitas
9. Keserasian dan kelangsungan hidup
10. Keserasian antara kualitas hidup dengan lingkungan
Sifat dan proses utama dalam sistem sosial
1. Sifat terbuka sistem sosial. Sistem sosial pada umumnya di dalamnya terjadi proses yang saling pengaruh mempengaruhi, hal ini terjadi karena adanya saling keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya atau satu bagian dengan bagian lainnya atau antara subsistem dengan subsistem lainnya.
Menurut Margono slamet mengatakan suatu sistem sosial dipengaruhi
1.Ekologi, tempat, dan geografi (dimana masyarakat itu berada)
2.Demografi yang menyangkut populasi, susunan, dan cirri-ciri populasi
3.Kebudayaan menyangkut nilai-nilai sosial, sistem kepercayaan dan norma-norma dalam masyarakat
4.Kepribadian meliputi sikap mental, semangat, temperamen dan cirri-ciri psikologis masyarakat
5.Waktu
Konsep saling ketergantungan syaratnya: melihat masyarakat sebagai suatu kesatuan masyarakat dilihat sebagai fakta sosial. Fakta sosial adalah kumpulan norma, nilai, dan sebagainya yang memaksa anggota masyarakat untuk tunduk dan patuh.
Solidaritas sosial: Keadaan menjadi satu atau bersahabat yang muncul karena adanya tanggung jawab bersama dan kepentingan bersama diantara para anggotanya.
Tipe solidaritas sosial terbagi: solidaritas mekanik (biasanya di pedesaan) dan solidaritas organik (biasanya di perkotaan)
“social consciousness” = kesadaran sosial.
Kesadaran sosial ini yaitu sadar akan adanya kelompok dimana kita termasuk di dalamnya.
Integrasi sosial : membuat unsur-unsur tertentu menjadi satu kebutuhan yang bulat dan utuh. Contoh konkret membuat masyarakat menjadi satu kesatuan yang bulat.
Integrasi sosial: suatu usaha untuk membangun ketergantungan yang lebih erat antara bagian-bagian atau unsur-unsur dari masyarakat sehingga tercipta suatu kesadaran yang lebih harmonis yang memungkinkan terjalinnya kerja sama dalam rangka mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.
Kesadaran kolektif : sadar akan adanya kelompok
Elemen-elemen dasar yang terdapat dalam konsep kesadaran kolektif
1. Adanya perasaan senasib dalam satu komunitas
2. Adanya kewajiban moral untuk melaksanakan tuntutan-tuntutan yang diberikan oleh komunitas.
Talcot parsons membagi dua dikotomi
1. Masyarakat tradisional
2. Masyarakat modern
Sifat-sifat masyarakat di atas disebut variable berpola.
Masyarakat tradisional ciri-cirinya:
1. Afektif
2. Berorientasi kolektif
3. Partikularistik= bersifat khusus
4. Askriptif : kedudukan seseorang dilihat dari latar belakang sejarah/keluarganya
5. . Kekaburan/amorf: pesan yang dilakukan para anggota tidak special
Masyarakat modern cirri-cirnya
1. Netral afektif : tidak berdasarkan perasaan
2. Berorientasi nilai
3. Universalistik: hubungan sosialnya tidak bersifat khusus
4. Prestasif: kedudukan seseorang berdasarkan prestasi
5. Spesifik: pekerjaan jelas
MASYARAKAT MAJEMUK (Plural society)
Menurrut J.S Furnival, pada masa Hindia Belanda masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yaitu suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada perbedaan satu sama lain di dalam satu kesatuan politik. Di dalam kehidupan politik pertanda yang paling jelas dari masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk adalah tidak adanya kehendak bersama. Sebagai masyarakat majemuk, mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras. Orang-orang Belanda sebagai elit yang memerintah, orang-orang China sebagai kelas menengah, sedangkan orang-orang pribumi sebagai kelompok terbesar merupakan kelas bawah.
Pada masa itu, masyarakat Indonesia secara keseluruhan terdiri dari elemen-elemen yang terpisah satu sama lain oleh karena perbedaan ras. Masing-masing lebih merupakan kumpulan individu-individu, sebagai suatu keseluruhan yang bersifat organis. Sebagai individu kehidupan sosial mereka tidak utuh. Orang-orang Belanda pada masa itu, datang ke Indonesia untuk bekerja. Orang-orang China datang ke Indonesia untuk kepentingan Ekonomi. Sementara orang pribumi, tidak lebih sebagai pelayan di negerinya sendiri. Kelompok masyarakat ini, melalui agama, kebudayaan, dan bahasa masing-masing mempertahankan atau memelihara pola pikir dan cara-cara hidup mereka. Hasilnya berupa masyarakat Indonesia yang sebagai keseluruhan tidak memiliki kehendak bersama.
Pandangan lainnya mengenai masyarakat majemuk juga dikemukakan oleh Cliforts goerts. Dia mengemukakan bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri. Dimana masing-masing subsistem terikat ke dalam ikatan-ikatan yang bersifat primordial. Selain itu Piere L. Van den Bergher juga mengemukakan beberapa cirri sebagai sifat dasar masyarakat majemuk, yaitu:
1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkali memiliki sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat noncomplementer
3. Kurang mengembangkan consensus diantara para anggotanya terhadapa nilai-nilai yang bersifat dasar
4. Secara relatif seringkali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain
5. Secara relative integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi
6. Adanya dominasi oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok lain.
Ditinjau dari struktur masyarakat secara horizontal kenyataan menunjukkan pada masyarakat kita ada kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, etnik, perbedaan-perbedaan agama, perbedaan-perbedaan adapt istiadat, perbedaan-perbedaan kedaerahan. Sedangkan secara vertical adanya perbedaan-perbedaan antara lapisan atas dan lapisan bawah cukup tajam
Melihat kondisi ini, hal diatas ini juga dapat merupakan sumber konflik.
Dari analisa tadi melahirkan dua toeri yaitu : teori konsensus dan teori konflik.
Teori yang saling bertentangan.
Model masyarakat dalam model consensus
1.Norma dan nilai merupakan elemen-elemen dasar dalam kehidupan sosial
2.Konsekuensi kehidupan sosial adalah komitmen
3.Masyarakat pasti kompak
4.Kehidupan sosial tergantung pada solidaritas
5.Kehidupan sosial didasarkan pada kerja sama dan saling memperhatikan atau saling membutuhkan
6.Sistem sosial tergabung pada consensus
7.Masyarakat mengakui adanya otoritas yang abash
8.sistem sosial bersifat integrative
9.Sistem sosial cenderung bertahan
Model masyarkat menurut model konflik
1.Kepentingan merupakan elemen dasar dalam kehidupan sosial
2.Konsekuensi kehidupan sosial adalah paksaan
3.Kehidupan sosial pasti terpecah belah
4.Kehidupan sosial menghasilkan oposisi, perpecahan, dan permusuhan
5.Kehidupan sosial menghasilkan konflik yang berstruktur
6.Kehidupan sosial menghasilkan kepentingan yang sudah dikotak-kotakkan
7.Diferensiasi sosial menghasilkan kekuasaan
8.Sistem sosial merusak integrasi dan padat kontradiksi
9.Sistem sosial cenderung berubah
Model integrasi
1.Setiap masyarakat secara relative bersifat langsung
2.Setiap masyarakat merupakan struktur elemen-elemen yang terintegrasi dengan baik
3.Setiap elemen dalam suatu masyarakat memiliki suatu fungsi yaitu menyumbang pada bertahannya sistem itu
4.Setiap struktur sosial yang berfungsi di dasarkan pada konsensus nilai di antara para anggotanya
Model Konflik
1.Setiap masyarakat kapan saja tunduk pada proses-proses perubahan sehingga perubahan sosial ada di mana-mana
2.Setiap masyarakat kapan saja memperlihatkan perpecahan dan konflik-konflik sosial ada di mana-mana
3.Setiap elemen dalam masyarakat menyumbang pada disintegrasi dan perubahan
4.Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan atas beberapa anggotanya oleh orang lain
Lewis Kauser menganalisis fungsi konflik dalam masyarakat dan pendapatnya adalah sebagai berikut:
1.Konflik dapat merupakan cara/alat untuk mempertahankan, mempersatukan, mempertegas sistem sosial yang ada
2.Dalam setiap masyarakat seringkali berkembang satu atau beberapa budaya
3.mekanisme untuk meredakan ketegangan yang ada, sehingga struktur itu sebagai keseluruhan tidak terancam. Mekanisme oleh Causer disebut dengan safetywalfer atau katup pengaman
4.Causer juga mengmukakan yang sangat menarik untuk kita ketahui yaitu mengenai jenis konflik. Ada konflik realistik dan non realistic. Konflik realistik yang muncul dengan alasan yang tidak jelas.
Istilah integrasi berasal dari kata/bahasa latin “integrare” yang memiliki arti memberi tempat pada suatu keseluruhan
Integrare (kata kerja). Integritas (kata benda), kemudian keduanya menjadi kata sifat (integer). Integritas artinya kebulatan/keutuhan. Istilah integrasi berarti membuat unsur-unsur tertentu menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh.
Integrasi sosial: membuat masyarakat menjadi satu keseluruhan yang bulat. Kegiatan tersebut dapat digunakan pada masyarakat mikro, meso, makro.
Masyarakat mikro: misalnya keluarga
Masyarakat meso: misalnya organisasi
masyarakat makro: misalnya bangsa
Unsur-unsur yang mendukung masyarakat makro (bangsa)
1.Adanya sejumlah kelompok etnis, tiap-tiap kelompok merasa dirinya berasal dari keturunan yang berbeda. Perbedaan itu bisa dilihat dari sosok yang berbeda (kulit, bentuk, tubuh)
2.adanya perbedaan corak budaya. Perbedaan ini terlihat pada bahasa sehari-hari, adat istiadat, pola-pola kelakuan, dan sebagainya
3.adanya perbedaan agama dan kepercayaan. Tiap suku mempunyai agama dan kepercayaan asli yang berbeda. Suku yang tidak mempertahankan agama asli, kemudian memeluk agama dan kepercayaan diri
4.adanya perbedaan kekayaan alam
unsur-unsur yang mendorong integrasi sosial
1.daerah-daerah yang kumulatif luas dan ternyata mempunyai sifat-sifatnya persamaan, misalnya situasi klimatologis, hidrologis serta flora dan fauna
2.pengalaman yang sama pada masa silam (pengalaman politik, pengalaman yang sama mengalami bencana)
3.kemauan bersama untuk menjadi satu bangsa, dengan satu sosial budaya yang sama, tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya kedaerahan
4.ada ideologi dan undang-undang dasar yang sama yang dinyatakan secara konkret dengan satu lambing nasional
Definisi integrasi
Integrasi statis adalah keadaan kesatuan dan persatuan sejumlah kelompok etnis dan kelompok sosial yang beragam, di mana masing-masing kelompok tempat yang sesuai dalam struktur dan fungsi sosial budaya pada lapisan yang lebih tinggi.
Integrasi dinamis didefinisikan sebagai keadaan kesatuan dan persatuan sejumlah kelompok etnis dan kelompok sosial beserta sistem sosial budaya mereka, dalam struktur sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan fungsinya dapat disesuaikan dalam situasi dan kondisi yang berubah-ubah dalam mencapai tujuan bersama.
Keuntungan dan kerugian sistem integrasi statis
Etnik yang tertinggal dan terisolasi dapat ditingkatkan ke tingkatan yang lebih cerdas, beradab, setaraf dengan etnik-etnik yang lebih maju
Berkat ketaatannya yang disiplin dan seragam di segala bidang kehidupan, penyelewengan dapat dikurangi sehingga tercipta ketenangan dan keamanan
Sisi negatif integrasi statis
Suku atau golongan yang sudah maju dan berkebudayaan tinggi, merasa perkembangan dihambat karena harus mengikuti ritme resmi yang sama dengan golongan lain yang belum maju
sistem adalah pengertian yang paling banyak dipakai dalam ilmu politik dan hubungan internasional pada saat ini. Sistem dapat dijelaskan sebagai :
a. Kerangka teoritis untuk mengumpulkan data mengenai fenomena politik.
b. Kesatu integrasi saling berhubungan berdasarkan serangkaian hipotesa variabel politik, misalnya sistem internasional yang melibatkan pemerintah dunia.
c. Serangkaian hubungan diantara variabel politik dalam sebuah sistem internasional misalnya sistem bipolard.
Satu set variabel interaksi
Teori sistem merujuk pada serangkaian pernyataan mengenai hubungan diantara variabel dependen dan independen yang diasumsikan berinteraksi satu sama lain. Artinya perubahan dalam satu atau lebih dari satu variabel bersamaan atau disusul dengan perubahan variabel lain atau kombinasi variabel.
Anatol Rapoport menyatakan, “satu kesatuan yang berfungsi sebagai satu kesatuan karena bagian-bagian yang saling bergantung dan sebuah metode yang bertujuan menemukan bagaimana sistem ini menyebabkan sistem yang lebih luas yang disebut sistem teori umum”.
Sebuah sistem bisa longgar atau ketat, stabil atau tidak stabil. Sistem lebih kecil yang disebut subsistem mungkin hidup dalam sistem yang lebih luas. Sebuah sistem memiliki batas-batas yang membedakan dari lingkungan. Setiap sistem merupakan jaringan komunikasi yang membuka aliran informasi untuk proses penyesuaian diri.
Setiap sistem memiliki inputs dan outputs. Sebuah output satu sistem mungkin menjadi input sistem lain yang biasa juga disebut “feedback”.
F. ORGANISASI SEBAGAI SISTEM SOSIAL
Organisasi adalah suatu kelompok orang yang mempunyai tujuan yang sama. Tujuan merupakan hasil yang berupa barang, jasa, uang, pengetahuan dan lain – lain. Sedangkan pengertian dari sosial adalah manusia yang berkaitan dengan masyarakat dan para anggotanya(dikutip dari W3dictionary). Dengan demikian system sosial merupakan orang-orang dalam masyarakat dianggap sebagai sistem yang disusun oleh karakteristik dari suatu pola hubungan dimana sistem tersebut bekerja untuk mewujudkan keinginannya. Beberapa hal yang menggambarkan organisasi sebagai system social antara lain dengan adanya organisasi social dan organisasi social.
Perilaku organisasi adalah telaah dan penerapan pengetahuan tentang bagaimana orang bertindak di dalam organisasi. Dengan demikian dalam kaitannya dengan organisasi sebagai sistem sosial maka kajian perilaku organisasi mencakup berbagai aspek seperti : publik, bisnis, sosial dll. Sebagai contoh PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) sebagai organisasi yang bergerak dibidang olahraga sepakbola tidak hanya terpaku pada satu aspek kajian yaitu sepakbola. Bidang – bidang lain juga harus dikaji untuk memajukan organisasi dan mencapai tujuannya memajukan sepakbola Indonesia. Aspek yang dikaji antara lain aspek bisnis, publik dll. Mungkin anda bertanya,”Apa kaitan sepakbola dengan bisnis?”. Pada Zaman sekarang ini olahraga khususnya sepakbola memiliki kaitan dengan aspek bisnis contohnya hak siar televise, iklan sponsor yang dapat menghasilkan income. Kemudian apa hubungannya dengan social? Dalam aspek bisnis, masyarakat merupakan pasar. Sedangkan dalam bidang olahraga masyarakat adalah factor pendukung dimana masyarakat itu sendiri adalah bagian dari social.
Berdasarkan contoh di atas, kita tahu bahwa hamper semua pekerjaan dilakukan dalam lingkup sosial. Begitupula dengan organisasi, organisasi akan berjalan dengan baik jika diaturr dengan sistem yang baik sehingga cakupan sosial didalamnya dapat bekerja sesuai pakem yang telah diatur dalam suatu sistem. Cakupan social yang dimaksud adalah pekerjaan, komunikasi serta koordinasi yang dilakukan dalam organisasi tersebut untuk mencapai tujuan bersama.
Faktor faktor Organisasi antara lain(menurut John Willey)
- Manusia
- Teknologi yang digunakan
- Tugas/ kerja
- Budaya organisasi
Manusia merupakan salah satu factor penting dalam organisasi. Manusia itu sendiri merupakan makhluk social. Dan dalam organisasi manusia bekerja tidak sendiri, maka manusia melakukan komunikasi serta koordinasi dalam bekerja. Dengan demikian aspek social tidak dapat dipisahkan dari organisasi. Dan dapat dikatakan juda bahwa Sistem social itu juga merupakan organisasi dan sebaliknya.
Memahami sistem sosial ialah proses belajar mengenali, menganalisis dan mempertimbangkan eksistensi dan perilaku organisasi dan institusi sosial kemasyarakatan dalam berbagai ranah kehidupan manusia. Peran manusia di sini lebih dilihat sebagai makhluk sosial dan bagian dari kelompok kepentingan, bukan sebagai individu. Ketika kita mengamati suatu fenomena sosial, maka sebenarnya kita sedang mencerna realitas kehidupan yang membawakan kondisi sistem masyarakat tertentu yang sedang bekerja, berusaha tetap langgeng, dan seringkali berbenturan dengan sistem-sistem lainnya. Sistem ini mencirikan karakteristik sifat, tata nilai, ukuran, kualitas dan kedudukan relasional di dalam dan antarsistem. Oleh karenanya, fenomena sosial pada hakikatnya adalah proses dialog, transaksi dan negosiasi sejumlah sistem sosial pada konteks waktu dan tempat tertentu.
G. Olahraga sebagai suatu permainan institusional
Formulasi dari suatu penerapan aturan untuk sebuah permainan atau sebuah upaya mengenai kejadian khusus tidak hanya konsisten sebagai suatu pola konseptualisasi dalam hal ini. Institusioanalisasi dari suatu penerapan permainan yang mempunyai tradisi aplikasi dan definisi mengenai garis garis pedaoman untuk realisasi kedepan. Terlebih lagi, dalam permainan konkrit suatu kondisi yang sesuai dengan bentuk garis garis pedoman untuk masa yang akan dating. Terlebih lagi dalam memahami penerapan instiusional dalam pengertian sebuah olahraga baseball profesionall yang menjkafi permainan baseball berdasrkan pola institusioanal yang sama dan diantara istilah ini ada taraf institusioanalisasi daan secra empiris sesuai dengan taraf organisasi. Selanjutnya keten tuan empiris membentuk hal tersebut.
Agar situasi pengertian institusi dari olah raga terhadpa berbagai permainan. Diantara permaianan dan olah raga yang menjadi pertimbangan dlam berbagai formulasi dan terorganisir. Adapun non olah raga institusional dalam menentukan karakteristik yang sama terhadap berbagai penentuan olah raga (permainan catur dan pacuan kuda), seperti permainan minoritas dan berbgai kasus dalam permainan olah raga sesuai dengan tingkat permintaan mendemonstrasikan menurut kelayakan fisik.
► Lingkup Organisasi
Aspek organisasi dari olahraga yang dibhas melalui suatu uraian singkat dalam istilah tim, hubungan sponsor dan pemerintah.
a. Team
Kompetisi untuk permainan biasanya dipilih secara spontan dan secara bentuk disesuaikan mengikuti ketentuan kontes. Dalam olhraga bagaimanapun persaingan kelompok secara umum dipilih dengan penanganan, suatu keberpihakan yang susai yang telah dikembangkan melalui stabilisasi organisasi social. Adapun person individual dari suatu organisasi dapt dikembangkan sesuai posisi social atas kelompok lainnya.
Adapun perbedaan kelayakan pada olahraga memperlihatkan suatu taraf dari aturan perbedaan yang ditemukan dalam permainan. Adapun auatu taraf dari aturan perbedaan yang ditemukan dlam permainan, Adapun permainan yanh sering mencakup beberaapa kontestant (seperti choker) contestant yang sering memberikan bentuk aktivitas identik dan memberikan pertimbangan beberapa bentuk aktivitas identik dan memberikan pertimbangan beberapa aturan yang sma sesuai status. Sebaliknya, dalam suatu olahraga jumlah partisipasi (basket ball) biasanya memberikan kombinasi beberapa kinerja aktivitas khusus dlam kelompok yang membedakan aturan aturan permainan. Terlebih lagi konteks spesial dan perbedaan aktivitas dapat di rangkin dalam beberapa ketentuan criteria seperti skill atau prestasi, yang juga mempunyai perbedaan status.
b. Hubungan sponsor
Adapun kelompok social permanen dikembangkan untuk tujuan kompetisi olahraga. Yang biasanya ditemukan dalam olahraga yang rill dari organisasi social yang dikembangkan oleh badan-badan social untuk tim pendukung. Badan sponsor ini mempunyai karakteristik ini secara langsung atau tidal langsun. Kelompok sponsor langsung termasuk sponsor berbagai liga permainan tim baseball, universitas yang mendukung tim santar perubahan tinggi dan urusan bisnis yang menjadi sponsor tim amateur. Organisasi sponsor tidak langsung termasuk sponsor barang olahraga, booster dan berbagai majalah olahraga. Bahkan dalam pandangan penulis sponsor merupakan alat pencari dukungan dalam dunia politik.
c. Pemerintah
Sementara tipe permainan yang mempunyai norma-norma dan asosiasi sangsi berbagai ragam bentuk yang banyak dikembangkan sesuai kenyataan untuk mengembangkan *institusional formal atau lain dalam menentukan unsure unsure \budaya yang sering diterapkan aturan secara tertulis atau secara spontan dikembangkan untuk memberikan konteks berbagai modifikasi yang sederhana. Contoh, ada beberapa organisasi internbasional yang mendukung berbagai event (seperti komite olimpyade, federasi internasional bangsa bangsa, perserikatan senam internasional ) yang ada di amerika utara secara relatif merupakan organisasi besar yang mengalami perubahan menjadi amatur (asosiasi sekolah tinggi nasional), perserikatan atletik amatur), dan olahraga professional (seperti liga sepak bola nasional, liga hokki nasional).
► Lingkup Teknologi
Dalam setiap olahraga, tercatat perlengkapan material, skill fisik dan badan ilmu pengetahuan yang memerlukan adanya penetapan persaingan yang memberikan perbaikan teknis pada tingkat persaingan. Sementara tipe permainan memerlukan adanya suatu pengetahuan yang masih minimun dan sering dikembangkan oleh skill fisik yang masih rendah dengan perlengkapan bahan olahraga yang sedikit, jenis olahraga yang tidak sesuai dengan bentuk bentuk permainan yang menjadi bentukan dalam membentuk suatu pengetahuan yang besar mengenai olahraga. Tingkat cakupan skill fisik ini memerlukan adanya perlengkapan material. Aspek teknis olahraga diklasifikasikan sebagai intrinsic dan ekstrinsik. Aspek teknologi intrinsic dari suatu olahraga terdiri atas aspek fisik dari skill, yang membetuhkan berbagai perlengkapan yang diperlukan dalam menetapkan suatu konteks perorangan. Contoh, teknologi intrinsic dari sepakbola termasuk a)perlengkapan (lapangan,bola,seragam) b) Pengembangan skill fisik yang diperlukan (berlari melempar, menendang, menahan dan menggundul serta c) pengetahuan (peranan,strategi,norma dll). Contoh unsur-unsur teknologi intrinsic termasuk sepakbola a) skill fisik yang harus dimiliki oleh pelatih, pimpinan pelatihan dan kru dasar, c) pengetahuan yang harus dituntut dari pelatih, tim fisik dan spectator.
► Lingkup symbolik
Dimensi symbolik dari olahraga termasuk unsur tampilan, pemahaman dan ritual. Hizingga (1995) menyatakan bahwa pemain “….. mempromosikan formasi kelompok social yang cenderung menjadi lingkungan yang secret dan menekankan pada perbedaan dari pemahaman umum yang berbeda atau pemahaman lainnya”. Caillois (1961) mengeritik orientasi ini yang menyatakan keberatan bahwa “pemain cenderung untuk mengubah suatu pengertian misterius”. Ia selanjutnya menyatakan bahwa“ Bila hal itu dirahasiakan, pengemhangan suatu pengisian yang berfungsi saklemental dapat diyakini tidak memainkan peranan bahkan bersifat institusi.
Albeit secara abivalen, itu memungkinkan adanya suatu kesepakatan diantara yang telah menulis. Sebaliknya, pemahaman yang luas dari Huizinga memberikan arti “rahasia “ yang menjadi pemahaman lain, Collins memberikan indikasi bahwa suatu institusi tidak hanya memainkan peranan yang dapat diterima. Tipe pemahaman selanjutnya menyebutkan “pembahasan yang rahasia “ dalam suatu olahraga, untuk keterkaitan dengan banyak bentuk persaingan olahraga dari norma norma yang membedakan aturan perilaku tersebut. Contoh, suatu team sepak bola yang mengijinkan menguasai lapangan praktek atau suatu team yang memberikan batasan akan pentingnya permainan permainan yang harus dikuasai dari permainan yang harus dimainkan secara terpadu.
Suatu pembacaan yang dikembangkan dari Huizinga (1955) memainkan peranan yang menyimpulkan bahwa perlunya suatu pembahasan yang terbaik dalam menampilkan suatu permainan dan suatu ritual. Ini merujuk kepada suatu sample, yaitu “perbedaan dan tampilan tingkat validitas yang menekankan pemahaman” dan menyatakan bahwa bentuk permainan adalah“ suatu konteks yang terkadang memberikan representasi mengenai sesuatu,“penambahan bahwa persentase tampilan makna”. Unsur” yang dialamtkan”catatan yang dikemukakan oleh Huizinga yang memberikan karakteristik tertentu dari kebanyakan olahraga. Kemungkinan yang paling besar dalam pertandingan yang ekstrim yang dipertandingkan adalah bentuk bentuk permainan olahraga.
Veblen menulis. Hal itu perlu mendapat perhatian untuk instansi, didalam memberikan makna perilaku dan permasalahan nyata yang melihat muatan akses dari norma dan tata implementasi suatu imajinasi yang secara serius menanganinya. Beberapa tinjauan histories memberikan penentuan suatu elaborasi dalam penentuan tingkat perubahan yang membutuhkan adanya tingkat pemahaman eksplisit (Veblen,1934: 256).
Suatu tinjauan modern dan perhitungan analitik dari “tampilan” dan tanpa tampilan dalam olahraga yang dikemukakan oleh Stone (1955) yang menyajikan adanya suatu tinjauan yang sesuai dengan permainan yang ditunjukkan dalam melihat suatu komponen yang esensial dari olahraga. Hal tersebut memberikan suatu penilaian bahwa permainan dan tanpa permainan secara terpadu menunjukkan keseimbangan dalam olahraga, dan pertimbangan tersebut secara menyeluruh merupakan unsur spectacular dari olahraga dimana pada professional olahraga Amerika mengembangkannya dalam suatu permainan. Aturan yang diterapkan “termuat” dan terkait dalam berbagai permainan.
Point ini dibuat dalam beberapa cara lain. Spectacular yang dapat memprediksi dan mengembangkan permainan tertentu, suatu permainan yang tidak dapat diprediksi dan tidak dapat ditentukan. Tampilan spectacular adalah tampilan yang sesuai dengan kinerja. Untuk mengembangkan hal tersebut terlihat adanya bentuk sesuai dengan permainan spectacular yang mempunyai fungsi yang dapat dijual dari ketidakpastian permainan (Stonen,1955.hal 98).
Dalam beberapa perilaku yang berbeda para ahli sosiologi, erving Goffman (1961) telah menganalisis faktor faktor ketidakpastian dari suatu permainan dan tampilan permainan. Konsent dasar dari “kesenangan dalam bermain” ia menyatakan bahwa“ ke tidak pastian penanganan cukup memberikan peranan” terhadap keberhasilan permainan yang dikombaninasikan” tanpa tampilan pengenaan sanksi dengan penanganan problematik. Dengan makna tampilan Goffman memberikan arti bahwa“ Permainan dari pemain mempunyai peluang untuk memberikan tampilan atribut yang dapat dinilai. Dalam dunia sosial yang lebih luas, termasuk mengembangkan kekuatan, pengetahuan, intelegensi, penilaian kontrol tersendiri. Dengan demikian, pemahaman Stone tanpa memberikan tampilan signifikan secara spectacular dalam memahami pemahaman secara eksternal dari atribut non relevan terhadap respek kondisi permainan, sementara Goffman memperlihatkan tampilan permainan spectacular secara eksternal menentukan atribut yang relevan.
Konsep lainnya berkaitan dengan tampilan dan keterpaduan yang relevan untuk olahraga yang ritual. Menurut Leach (1964)”Catatan ritual aspek ini menjelaskan perilaku formal yang tidak langsung memberikan konsekuensi teknologi “ritual” yang membedakan dari spectacular nyata secara umum mempunyai unsure-unsur yang lebih besar bersifat dramatis yang lebih serius. Leace menyatakan bahwa “kegiatan ritual yaitu symbolik yang dinyatakan mengenai sesuatu yang memerlukan pemaknaan tujuan”. Adapun ritual tersebut menunjukan suatu ebutuhan yang lebih fair. Secara empiris, ritual dapat dibedakan dari spectacular nyata dan ritual yang menekankan pada suatu sikap yang terpadu terhadap penentuan terhadap arah spectacular. Contoh ritual pada olahraga yang dapat ditangani antara kapten olahraga sebelum bermain dan antara wasit setelah bermain, dan berbagai bentuk bentuk permainan yang banyak dilakukan dalam suatu permainan.
► Lingkup pendidikan
Lingkup pendidikan berfokus pada aktivitas yang berkaitan dengan transmisi skill dan pengetahuan terpadu. Banyak orang yang tidak memainkan proses pembelajaran dalam mengembangkan suatu permainan dalam bentuk perilaku informal. Mereka belajar mengembangkan suatu permainan dalam bentuk perilaku informal. Mereka belajar mengembangkan skill dan pengetahuan yang berkaitan dengan permainan melalui instruksi sebab akibat atau pengamatan yang berkaitan dengan keterkaitan olahraga. Baik diantara teman atau asosiasi. Sebaliknya, dalam olahraga, skill dan pengetahuan mempunyai kemampuan dalam pengembangan partisipasi actual bagi pemain atau atlet yang sering diperoleh lewat berbagai permainan melalui instruksi formal.
Secara singkat, lingkup pendidikan dari olahraga yang institusional, memerlukan banyak permainan. Suatu alasan untuk situasi ini adalah kenyataan bahwa olahraga memerlukan adanya pengembangan skill fisik (seperti permainan yang sering dilakukan) dan pro efisiensi yang memerlukan dan yang lama dari praktek dan instruksi kualifikasi (sistimatika pelatihan). Akhirnya, akan merujuk keterkaitan instruksional personal dari program olahraga yang memiliki personal tambahan seperti manajer, para ahli fisik dan pelatih situasi yang tidak umum ditemukan dalam permainan.
H. Olahraga sebagai institusi sosial
Perluasan pemahaman olahraga sebagai pola institusional lebih lanjut, menjadi istilah yang dapat mendukung suatu institusi social. Schneider (1964:338) mengatakan istilah institusi mencatat setiap aspek dari kehidupan sosial yang membedakan nilai orientasi dan kepentingan, pemusatan perhatiannya meliputi fenomena sosial “penting”; hubungan keterkaitan dari “struktur stratragi signifikan.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penentuan suatu olahraga yang ada dunia barat menjadi pertimbangan suatu institusi sosial seperti Boyle (1963:3, 4) menyatakan bahwa Olahraga permainan merupakan sejumlah tingkatan olahraga yang sesuai dengan masyarakat kontemporer, yang menjadi sentuhan di dalam mempengaruhi unsur-unsur tampilan seperti status, hubungan keterkaitan ras, bisniis, desain otomatif, model pakain, konsep kepahlawanan, bahasa dan nilai etika. Untuk selanjutnya kebijakan yang terbaik dapat dikembangkan dalam bentuk kehidupan masyarakat Amerika.
Bila pertimbangan olahraga seperti suatu institusi sosial dalam istilah tata olahraga yang dapat memberikan penilaian. Tata olahraga dikembang- kan oleh semua organisasi sosial yang terorganisr, terpasilitasi dan teregulasi menurut kondisi olahraga. Maka organisasi yang baik adalah organisasi yang mengembangkan olahraga, club olahraga, tiem atlet, badan pemerintahan internasional untuk olahraga amatir dan professional yang telah dipublikasikan dalam berbagai majalah olahraga, dan lain-lain yang menjadi bagian dari tata olahraga. Untuk tujuan analitik terdapat 4 tingkatan organisasi dalam tata olahraga yang dapat dibedakan: (1) Primer, (2) teknis, (3) manjerial dan (4) tingkat perkembangan. Organsiasi pada tingkat primer, akan menghadapi berbagai keterkaitan diantara semua olahraga yang memiliki anggota sesuai karakteristik kepemimpinan administrasi yang secara formal mendelegasikan atau sesuai bentuk posisi. Contoh suatu bagian yang informal yang terorganisir dalam suatu team badan permainan baseball.
Organsasi pada tingkat teknis juga terlalu besar secara simultan untuk melakukan hubungan tatap muka diantara anggota-anggota mereka yang cukup memberikan tingkatan dalam pengembangan organisasi berdasarkan hubungan administrasi suatu posisi dan pengembangan secara individual. Suatu team atlet secara skolestik dan secara universal merupakan contoh klasifikasi organisasi teknis yang dapat mengarahkan fungsi atlet sebagai pengembangan pemimpin yang administerasif. Pada tingkat manajerial, organisasi terlalu besar untuk setiap anggota yang mengetahui sedikit jumlah yang mengembangkan keanggotaan olahraga. Menjadi suatu kepemimpinan olahraga yang teradminstasikan menurut pengornisasian. Beberapa club professional (sepak bola, bola basket dan base ball)) yang merupakan organisasi sepak bola sosial sesuai tingkatan manajerial.
Akhirnya organisasi pada tingkat perbandingan memiliki karakteristik yang sesuai dengan birokrasi keolahragaan yang mempunyai tingkat otoritas terpusat, mempunyai hirarki personal, ketentuan dan sesuai prosedural, yang menekankan adanya hubungan rasionalisasi pengoperasian dan hubungan impresional. Sejumlah bangsa yang ada di dunia mengembangkan badan olahraga internasional sesuai dengan badan olahraga professional dan amatir yang memberi penilaian terhadap organisasi menurut tipe kerjasama (komite olimpiade Internasional).
Rangkuman, tata olahraga dikomposisikan menurut kategori utama secara primer, secara tehnis, manajerial dan kerjasama organisasi sosial yang tersusun, terspesialisasi dan mempunyai hubungan kegiatan interaksi sesama manusia dalam mengembangkan suatu nilai-nlai sesuai konsep yang meletakkan adanya makro analisis dari signifikasi sosial olahraga. Hal itu juga bermanfaat dalam tinjauan sejarah dan/atau prospektif komparatif. Contoh tata olahraga dari abab ke 19 yang ada di Inggeris, Rusia dapat di analisis dan konsenterasinya sama dengan yang ada di Amerika.
I. CAKUPAN SOSIAL DALAM DUNIA OLAHRAGA
Person (1966) mengatakan Order olahraga dikaitkan dengan penerapan organisasi sosial secara menyeluruh bahwa penerapan organsiasi, fasilitas dan regulasi tindakan dalam suatu kondisi olahraga. Manusia melakukan tindakan yang terdiri dari struktur dan proses yang mermaknai manusia dalam mengembangkan atensi dan keberhasilan, implementasi dalam menentukan kondisi yang konkrit. Suatu kondisi olahraga kemudian terdiri dari konteks individu yang tercakup dalam olahraga.
a. Situasi olahraga
Menurut Fredsam, 1964) bahwa situasi merupakan total perangkat obyek, apakah orang, kolektif, obyek budaya atau lainnya merupakan respon aktor. Penetapan obyek yang berkaitan dengan kondisi olahraga spesifik agak lebih terpadu, range dari unsur lingkungan sosial dan fisik suatu permainan sepak bola berkaitan dengan dua cara untuk melakukan penghindaran dalam pemahaman sterategi olahraga yang dapat diterapkan dalam suatu team base ball lokal.
Adapun banyak jenis situasi olahraga, jika tidak semuanya menjadi konseptualisasi sebagai suatu sistem sosial. Suatu sistem sosial didefenisikan oleh Caplow (1964) bahwa suatu perangkat seseorang dengan karakteristik identifikasi dalam hubungan yang dapat dikembangkan antara setiap orang dan interaksinya. Dengan Demikian setiap kondisi konstitusi suatu sistem sosial meliputi:
Dua team peserta dalam penentuan bidang sepak bola, Induk dan anak dalam pengembangan permainan mancing dalam permian boat, Sebuah permainan golf profesi yang mendapat perhatian. Sistem sosial mempukoskan pembahasan sosiologi olahraga secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan tingkat akurasi permainan. Yaitu para ahli sosiologi olahraga menpusatkasn perhatiannya bagaimana, mengapa seorang mengembangkan olahraga dan apakah pengaruhnya dalam menentukan aspek lain dari lingkungan sosial.
b. Tipe cakupan olahraga
Adapun secara prilaku yang mencakup dalam olahraga, orang dapat memahami secara konignif, afektif mencakup perbedaan aspek-aspek dari suatu kondisi yang singkat.
1. Cakupan Afektif
Adapun orang dapat berprilaku dalam banyak kondisi olahraga dengan cara dan waktu yang berbeda-beda. Adapun aturan olahraga adalah dilaksanakan atau dimainkan dapat diklasifikasikan dari satu, dua mode prilaku yang tercakup didalamnya cakupan primer dan skunder.
Cakupan primer cenderung mencakup partisipasi aktuasl dalam permainan atau olahraga seperti yang dimainkan tanpa aturan yang dapat menghasilkan suatu permainan yang dapat di flemkan. Banyak olahraga khusus yang di dalamnya terdapat orang-orang juara, kalah, melahirkan bintang, pengganti super bintang, pemain marginal dan pemain-pemain yang tersohor.
Cakupan pemain skunder termasuk bentuk-bentuk lain dari partisipasi, dari beberapa partipasi yang dapat menghasilkan olahraga dan partisipasi melalui pemenuhan konsumsi olahraga. Prosedur bertanggung jawab untuk tahapan ini adalah prosedur yang memiliki spektakuler dalam mengembangkan suatu permainan. Individu yang dapat memproduksi suatu permainan yang aktual atau even olahraga merupakan karakteristik pengembang olahraga yang secara aktual dapat mengembangkan adanya kompetisi olahraga secara langsung dalam berbagai konteks atau berbagai nuansa pemainan. Prosedur langsung mempunyai berbagai pimpinan yang mengembangkan tahapan insterumen dalam suatu permianan yang terdiri dari wasit, manajer dan kapten serta beberapa personal yang melayani suatu cakupan permainan yang dikembangkan. Prosedur yang tidak langsung adalah prosedur yang tidak mempunyai konsekuensi yang terlibat langsung dalam pertandingan namun memberikan kesesuaian dalam pengembangan teknis, promosi atau dukungan olahraga termasuk berbagai maskot, penyajian teknis permainan dan berbagai program-program jaminan olahraga.
Pelanggan yang memahami pentingnya konsumen olahraga secara langsung mengembangkan kinerja satu sama lainnya (ini termasuk kaitan darti beberapa bentuk penyajian dalam mas media. Adapun kemungkian yang menjadi nuansa untuk dapat memainkan peranan dapat diharapkan lewat:
1) Investasi untuk sejumlah waktu dan uang dalam berbagai dukungan olahraga secara langsung, atau tidak langsung
2) Mempunyai tarap pengetahuan terpusat pada kinerja olahraga, statisitik olahraga dan strategi olahraga,
3) Mempunyai cakupan efektif (emosi) satu atau lebih kelompok individu atau kelompok dalam sistem olahraga,
4) Pengalaman dan internalisasi atau perasaan perbalisasi yang dapat memberi- kan konsumsi terhadap event olahraga,
5) Menggunakan olahraga sebagai topik utama dari kompensasi dengan berbagai tampilan yang lebih strategis dan
6) Menyusun pemahaman gaya hidup sesuai dengan event olahraga amatir dan professional.
Perbedaan antara komsumsi langsung dan tidak langsung dapat di analisa dengan baik bila pertimbangan spetator menjadi bagian dari kondisi olahraga dan beberapa kaitan dan efek spontan dari beberapa even olahraga baik dalam komsumen olahraga.
2. Cakupan kognitif
Jumlah informasi olahraga yang dapat tersedia untuk setiap orang dalam berbagai Negara memungkinkan untuk dapat menghindari beberapa pengembangan olahraga dunia. Salah satu yang memerlukan informasi mengenai hal tersebut berdasarkan sejarah,struktur, aturan strategis dan kebutuhan teknis yang memberikan olahraga berdasarkan lingkup lingkungannya. Sebaliknya, pengetahuan mengenai keberhasilan atau kegagalan dari pemain secara khusus banyak terjadi dalam suatu team atau dalam liga yang menagani suatu even olahraga khusus juga memerlukan adanya kemungkinan tampilan ensiklopedik. Waktu untuk memahami mengenai probalitas tersebut sangat bersesuaian dengan studi komunikasi yang diterapkan. Adapun terapan tersebut mengarahkan kepada pemahaman orientasi mengenai peranan permainan dalam sistem kognitif pada olahraga umum dan pada kondisi olahraga yang mereka temukan secara khusus.
3. Cakupan Psikomotor
Apakah setiap orang dalam cakupan olahraga akan memberikan point yang sesuai dengan kondisi yang diperlukan menurut disposisi terhadap manifestasi olahraga. Bahkan secara aktual perkembangan olahraga akan menjadi suatu keindahan yang harus dikembangkan berdasarkan tingkat kekuatan legalitas atau identifikasi dalam suatu permainan atau team dalam berbagai perubahan emosional khususnya memahami pemahaman pentingnya olahraga. Contoh ekstrim termasuk pemain yang mengembangkan kontrol sosial dan sering melakukan penyerangan yang bersifat spectator.
Makna efektif atau subjetif dari cakupan olahraga adalah multi dimensional dalam suatu pengertian. Kerja Osgood dan asosiasinya (Osgood, 1957) memperlihatkan bahwa makna kognitif atau secara dimensional merupakan objek yang diperlukan (kaitan sosial, material atau gagasan) yang mempunyai 3 pemahaman komponen atau faktor faktor yang mereka istilahkan meliputi (1) Faktor evaluasi , (2) Faktor potensi , (3) Faktor aktivitas.
Mereka mempunyai identifikasi dari tiga faktor yang merupakan pembauran silang yang bersifat universal dengan menggunakan perbedaan somatic dari suatu instrumen yang meningkat, suatu akses yang konsisten dengan bipolar skala ajective. Dengan demikian untuk berbagai objek sosial contoh, peranan “atlet wanita”.
J. Prespektif olahraga dalam berbagai dimensi sosial
1. Olahraga sebagai media
Sejak dahulu kala, inisiatif dari berbagai media, baik cetak maupun elektronik untuk berperan serta dalam upaya peningkatan prestasi olahraga telah dirasakan oleh masyarakat.
Penekanan dari sejumlah media pun cukup beragam, mulai dari persoalan infrastruktur dan sarana olahraga, para stakeholder dalam hal ini termasuk di dalamnya atlet, pelatih, pembina, pengurus, pemerintah, dan seterusnya.
Inisiatif tersebut tentu saja senantiasa diawali sekaligus diikuti dengan fokus utama efektifitas secara internal. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kinerja para stakeholder dalam olahraga, dalam hal ini, media senantiasa menyuguhkan informasi yang sifatnya konstruktif-motivasion khususnya pada aspek metode dan proses dalam menggapai prestasi yang diharapkan.
Tuntutan akuntabilitas dan ekspektasi pihak yang berkepentingan terhadap upaya peningkatan prestasi olahraga juga senantiasa memerlukan inisiatif reformasi baru. Seiring dengan bergulirnya gelombang reformasi serta era globalisasi yang tentunya menekankan pada efektifitas penyelenggaraan pembinaan olahraga tak terkecuali disetiap jenjang pendidikan, dari dasar hingga perguruan tinggi. Ringkasnya, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan prestasi mampu terlaksana dengan baik.
Media pun sesungguhnya berupaya untuk melakukan pengembangan kebijakan yang ditujukan kepada penjaminan kualitas dan akuntabilitas terhadap stakeholder internal dan eksternal. Ciri utama dari gelombang informasi media tersebut antara lain penjaminan kualitas, pemantauan dan evaluasi, pilihan public, pelibatan dan partisipasi orang tua atlet dan masyarakat secara umum. Oleh sebab itu, dituntut agar senantiasa diadakan perbaikan struktur, organisasi kelembagaan, dan praktik penyelenggaraan pembinaan yang ada pada berbagai jenjang pendidikan termasuk pada jenjang perguruan tinggi itu sendiri.
Memasuki abad baru, terpaan transformasi-informasi serta isu global yang beragam demikian cepat melahirkan sekaligus menimbulkan berbagai persepsi, antara rasa optimis dan pesimis akan ketercapaian tujuan pencapaian prestasi. Selain itu, tantangan dan juga kebutuhan pada era globalisasi teknologi informasi menuntut paradigma baru dalam untuk melahirkan ide dan gagasan perubahan pada tujuan, isi, praktik penyelenggaraan dan manajemen olahraga itu sendiri.
Cheng (2001) mengungkapkan perlunya penekanan pada keefektifan pemenuhan dan relevansi fungsi pendidikan, yaitu fungsi ekonomi/teknis, fungsi social/manusia, fungsi politik, fungsi budaya,dan fungsi pembelajaran pada tingkat individu, lembaga, masyarakat, Negara, dan internasional. Seiring dengan itu pula, era globalisasi dengan sejumlah isu yang ada, kini mulai terasa dengan dimulainya pencarian visi baru dan tujuan dari pendidikan, jaringan pendidikan global, wawasan internasional, dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Melalui globalisasi dengan sejumlah isu global, prakarsa reformasi bertujuan untuk memaksimalkan relevansi global dan mendatangkan sumber dukungan dari berbagai penjuru dunia. Yang pasti, peranan media dalam berbagai isu sentral bertujuan mencapai peluang tak terbatas dalam pencapaian prestasi.
Terlebih dahulu kita harus melahirkan satu pertanyaan bahwa apakah ada kekuatan yang mempengaruhi perubahan dari gerakan Olympiade serta bagaimana para Pembina olahraga mampu mengelola kegiatan itu untuk menghadapi pengaruh kekuatan-kekuatan dari luar?
Dalam hal politisasi sungguh tidaklah mengherankan jika Helmut Kohl pernah mengatakan ; Even though sport is not practiced in an environtment free of politics, it may not tire in its endeavours to secure the necessary free range and open limits it required (dsb-information Nr.34 of 26.8.1986, dalam Prof.Wischmann,1992). Kendati olahraga tidak dilakukan dalam sebuah lingkungan yang bebas politik, namun olahraga itu tak henti-hentinya berupaya untuk menjamin urgennya keleluasaan ruang dan terbukanya batas-batas.
Belajar dari berbagai kasus yang tentu berkaitan dengan aksi boikot terhadap olympiade pada masa lalu, seperti di olympiade Montreal (1976), Moskow (1980), Los Angeles (1984) adalah merupakan contoh konkret bahwa sesungguhnya power politik yang dipraktekkan untuk mempengaruhi tatanan dunia, dimanfaatkan untuk menekan kegiatan olympiade.
Di Montreal, 19 negara Afrika dan 3 negara Arab dipanggil pulang oleh pemerintahnya atas saran dan masukan dari komite olympiade nasional masing-masing karena New Zealand diizinkan ikut serta yang pada sebelumnya New Zealand berpartisipasi dalam pertandingan olahraga melawan atlet-atlet dari Afrika selatan yang menyebabkan Negara ini dikucilkan dari arena olympiade sejak tahun 1962, tetapi juga menjadi konsekwensi dari meningkatnya power Afrika hitam dalam dunia politik. Dalam olympiade Barcelona 1992 yang lalu, Afrika Selatan kembali diterima berpartisipasi dalam olympiade setelah absent 30 tahun.
Dalam analisis Rosch (1980) dibukunya”Politik und Sport in Geschi Chte und Gegenwart” mengungkapkan bahwa dalam sejarahnya olahraga sering salah digunakan sebagai alat poltik. Penggunaannya sebagai alat politik ibarat benang merah sejak bangsa-bangsa pertama yang berbudaya misalnya Mesopotamia atau Mesir dan dari zaman antik Yunani dan Romawi hingga pada kondisi kekinian.
Lebih-lebih lagi karena olahraga dikenal secara meluas keseluruh dunia. Jutaan pemirsa televise dan pendengar radio, termasuk dari pembaca setia surat kabar mengikuti perkembangan kontes olahraga dalam olympiade, sehingga tentu saja kegiatan tersebut mnegandung makna politik yang kian penting.
Sehingga jika kita simak dengan baik dan seksama atas segala peristiwa tersebut, akar permasalahannya adalah, pertama, ketegangan politik yang terjadi diberbagai belahan dunia dan motif keterlibatan dalam kegiatan itu seperti nampak pada Negara berkembang yang selain didorong oleh motif social,maka olahraga juga dipandang sebagai suatu kebanggaan nasional dan alat untuk membangkitkan kepercayaan diri di forum internasional.
Selanjutnya dalam hal profesionalisme, perubahan substansial dalam olympiade adalah makin tipisnya limit antara amatirisme dan profesionalisme. Pada tahun 1923 misalnya, IOC gagal untuk memecahkan masalah atlet yang kehilangan penghasilan serta kompensasinya melalui ikatan profesional, dan IOC sama sekali melarang segala bentuk penggantian ongkos atau kehilangan penghasilan tersebut karena mengikuti persiapan untuk olympiade 1924. Pada saat yang bersamaan, guru ataupun pelatih juga dilarang pada saat itu untuk ikut berpartisipasi. Bahkan pelanggaran terhadap ketentuan amatir sekecil apapun akan memperoleh sanksi berat. Ada dua contoh kasus pada saat itu. Yang pertama adalah kasus Jago Penthalon dan Dekathlon dalam olympiade Stockhlom (1912), Jim Thorpe, yang kemudian diputuskan untuk tidak diakui hasil yang dicapainya dalam nomor tersebut dan dihukum seumur hidup lantaran yang bersangkutan bermain dalam pertandingan Bisball profesional, meskipun tanpa bayaran, selanjutnya kasus yang kedua adalah kasus pelari kenamaan Paavo Nurmi yang juga dihukum seumur hidup pada tahun 1932 karena memperoleh imbalan sehubungan dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Ini berarti, fungsi profesionalitas secara umum dalam olahraga merupakan bidang pekerjaan specific yang tentunya dilaksanakan berdasarkan prinsip memiliki bakat,minat,panggilan jiwa, dan idealisme, memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu prestasi, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia, memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, memiliki kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan bidang tugas, memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan berlatih atau belajar sepanjang hayat, memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan yang tak kalah urgennya adalah memiliki organisasi profesi dengan mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan.
Oleh karena itu, setiap stakeholder dalam organisasi olahraga mesti harus mampu merencanakan proses pengembangan prestasi yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil yang dicapai, selanjutnya meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi serta kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi, dan seni olahraga itu sendiri, lalu kemudian bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar berbagai pertimbangan jenis kelamin, agama, suku,ras,dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan juga status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran, dan yang terpenting lagi adalah berupaya menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika dan sekaligus dibarengi oleh semangat dan jiwa memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Olahraga dalam politik
Dalam beberapa wacana atua pertemuan kadang muncul pertanyaan, dalam hingar bingar demokrasi yang ribut dan gaduh, apakah mungkin sebuah peristiwa olahraga bebas dari politisasi?
Mungkin ada yang menjawab tidak mungkin dipolitisasi. Tetapi, dalam dosis tertentu, olahraga agaknya memang harus dipolitisasi, apalagi sejarah membuktikan banyak peristiwa olahraga atau sepak terjang tokohnya menjadi gerakan politik atau berpengaruh secara politik.
Sebut saja apa yang dilakukan oleh petinju legendaris Mohammad Ali. Penentangannya untuk masuk wajib militer dan penolakannya dikirim ke Vietnam telah mendorong gerakan antiperang mencapai momentumnya
Keterlibatan tentara Amerika Serikat dalam Perang Vietnam dipersoalkan, terutama yang dikirimkan ke garis depan dan mati dalam kantong-kantong mayat umumnya adalah prajurit berkulit hitam.
Akhirnya, dengan sangat memalukan, Presiden AS Lyndon B Johnson menarik pasukan AS dari Vietnam setelah sekitar 58.000 tentara AS mati di rawa-rawa atau lubang-lubang tikus jebakan tentara Vietcong.
Akibat desakan gerakan antiperang yang antara lain dari tokoh seperti Mohammad Ali dan John Lennon dengan slogannya yang terkenal "Make Love, Not War", Menteri Pertahanan Robert S McNamara akhirnya mengakui apa yang dilakukan tentara AS di Vietnam adalah "It is wrong, terribly wrong".
Mohamad Ali pun kemudian dikenal bukan saja sebagai petinju tersohor, tetapi juga tokoh anti perang dan kampiun gerakan antidiskriminasi warna kulit.
Tan Joe Hok
Di Indonesia, tokoh olahraga nasional yang gerakannya berdampak politik signifikan adalah pebulutangkis tangguh Tan Joe Hok. Ia bisa disamakan dengan Mohammad Ali dalam upayanya memperjuangkan persamaan hak warga negara tanpa memperhitungkan asal-usul dan warna kulitnya.
Dalam buku "99 Tokoh Olahraga Indonesia" yang diterbitkan Perum LKBN Antara bekerjasama dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga itu bisa dibaca cerita prestasi, perjuangan, harapan dan cita-cita Tan Joe Hok.
Lelaki yang ditakdirkan sebagai keturunan Cina itu lahir di Bandung, 11 Agustus 1937, jauh sebelum Republik Indonesia lahir. Ia telah mengharumkan nama Indonesia lewat prestasi tingginya dalam bulutangkis.
Pada 1958, Joe Hok memperkuat tim Piala Thomas yang berhasil membawa pulang trofi kejuaraan dunia beregu putra.
Setahun berikutnya, ia mencetak sejarah dengan menjadi pebulutangkis Indonesia pertama yang menjuarai All England. Tidak cukup dengan itu, ia menyusul gelar itu dengan menjadi juara di Kanada dan Amerika Serikat yang membuat namanya menghiasi majalah olahraga terkenal "Sport Illustrated" edisi 13 April 1959.
Orang-orang di generasinya selalu memuja-muji Tan Joe Hok dan mengakuinya sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang membuat etnis Cina dan pribumi menyatu.Jika Anda hidup di masa atau generasinya, Anda akan menyaksikan masyarakat amat antusias menyaksikannya bertanding.
Nyaris semua orang berkumpul di rumah-rumah yang memiliki pesawat televisi. Mereka berdoa, harap-harap cemas, menonton pertandingan All England atau Piala Thomas, dan sesekali tepuk tangan berteriak mengelu-elukan jagoannya.
"Hidup Tan Joe Hok! Hidup Indonesia!" begitu masyarakat mendukung dan berada di belakang Tan Joe Hok. Tan Joe Hok membuat hubungan antaretnis Tionghoa dan pribumi di banyak tempat di Indonesia berjalan harmonis, sehingga dia dianggap pahlawan oleh banyak kalangan.
Sportivitas dunia politik
Satu hal lain yang harus didorong dari dunia olah raga ke dunia lain, terutama dunia politik adalah aspek sportivitas. Setiap atlet telah ditempa bahwa kalah menang dalam pertandingan adalah hal biasa. Yang penting adalah persiapan, latihan, dan memberikan yang terbaik.
Dalam dunia olahraga berlaku siapa cepat, siapa kuat, dia yang menang, yang juga merupakan motto Olimpiade, citius (lebih cepat), altius (lebih tinggi), fortius (lebih kuat). Siapa yang menang, dia yang terbaik.
Dalam dunia politik, kalah-menang menjadi tidak biasa. Politikus siap menang, tetapi belum tentu siap kalah. Itulah yang menyebabkan bangsa Indonesia, seperti disebut beberapa kalangan, sebagai bangsa yang ribut dan gaduh.
Oleh karena itu, sportivitas dalam dunia olahraga itu patut diadopsi pula oleh dunia politik, termasuk di Pansus DPR soal Bank Century. Itulah yang dimaksud politisasi olahraga.
3. Olahraga dalam ekonomi
Olahraga memang bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan jasmani kita. Namun dibalik manfaat tersebut, olahraga juga mempunyai peluang bisnis yang menguntungkan.Apalagi jika melihat minat dan antusiasme masyarakat Indonesia terhadap kompetisi olahraga tingkat nasional maupun internasional sudah sangat tinggi. Hanya dengan sedikit polesan manajemen olahraga yang andal, sebuah pagelaran olahraga yang sehat akan menjadi lebih menarik dan memberikan keuntungan bisnis yang besar.Sayangnya, pagelaran olahraga selama ini tidak dikelola sebagai peluang bisnis yang dapat diraih dengan manajemen olahraga yang andal. Sehingga timbul kesan, pagelaran olahraga di Tanah Air masih sebatas ajang rekreasi tontonan dan ajang perjuangan untuk meraih pengakuan dunia internasional.
Padahal, peluang menghasilkan keuntungan bagi penyelenggara, federasi, atlet, dan sponsor masih sangat terbuka lebar. saat ini olahraga sudah menjadi makrokosmos ekonomi. Olahraga berperan fungsi sebagai media promosi dan kampanye pemasaran, baik itu menjadi ajang sasaran, pasar maupun sebagai komoditi. Fenomena ini seharusnya telah menyadarkan kita untuk menjadikan olahraga sebagai prime mover atau penggerak laju pertumbuhan ekonomi yang membuka kesempatan kerja, membuka peluang usaha dan ikut mensejahterakan masyrakat.
Di berbagai negara industri maju dan modern, seperti halnya di Amerika, Inggris, Jerman, Perancis, Italia, Spanyol, Belanda, Jepang, Korea Selatan dan China, olahraga telah menjadi industri unggulan sebagai pemasok devisa negara.
Bahkan, di sana, para atlet begitu dihargai dan menjadi sebuah profesi profesional. Dengan ber-kaca dari keberhasilan negara-negara tersebut dan tingginya minat masyarakat dalam negeri terhadap pagelaran olahraga, bukan tak mungkin jika Indonesia juga mampu menjadikan olahraga sebagai industri unggulan. Olahraga yang telah dirancang sebagai tindustri modern yang berskala global, terbuktikan telah menjadi lokomotif atau multiplier effect terhadap tumbuhnya kegiatan bisnis baru, misalnya pariwisata, tempat hiburan, perhotelan, restoran, pengembangan usaha kecil terutama makanan dan minuman. Sehingga pada akhirnya itu semua dapat menciptakan lapangan pekerjaan.
Hal penting untuk maju dan berkembangnya bisnis olahraga akan mendorong penelitian dan pengembangan mutu teknologi olahraga, meningkatkan prestasi, serta memperbanyak kesempatan kerja. banyak orang mengasumsikan industri olahraga sebagai pembuat perlengkapan olahraga, bukan sebagai peluang bisnis yang bisa menghasilkan keuntungan. Jadi dengan ekonomi dalam olahraga ini kita akan merubah pandangan masyarakat tentang industri olahraga dan mulai melihatnya sebagai peluang bisnis.
3. Pariwisata Olahraga (Sport Tourism)
Pariwisata untuk olahraga (Sport tourism) menurut Spillane (1987:30) dapat dibagi dalam dua kategori yaitu : 1. Big sport events yaitu peristiwa-peristiwa olahraga besar seperti Olympic games, kejuaraan ski dunia, kejuaran tinju dunia dan olahraga lainnya yang menarik perhatian tidak hanya pada olahragawannya sendiri tetapi juga ribuan penonton atau penggemarnya. 2. Sporting tourism of the practicioners yaitu pariwisata olahraga bagi mereka yang ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri seperti pendakian gunung, olahgarag naik kuda, berburu, memancing dan lain sebagainya.
Olahraga dan pariwisata merupakan dua disiplin ilmu yang dapat dipadukan sehingga memiliki kekuatan dan efek ganda bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada umumnya dan Sulawesi Utara pada khususnya. Oleh sebab itu olahraga pariwisata saat ini mendapat perhatian besar baik dari pihak pemerintah, swasta, industri olahraga, industri pariwisata, akademisi maupun masyarakat luas. Pertanyaannya adalah bagaimanakan olahraga dapat dikaitkan dengan pariwisata atau dengan kata lain bagaimanakah olahraga dapat dipresentasikan sebagai atraksi wisata sehingga menjadi industri olahraga pariwisata yang mendatangkan keuntungan? Sport Tourism atau Pariwisata untuk Olahraga merupakan paradigma baru dalam pengembangan pariwisata dan olahraga di Indonesia. Paradigma ini telah muncul sebelumnya yang dibuktikan dengan adanya terbitan jurnal internasional ”Sport Tourism” dan pengajaran.
Olahraga pariwisata saat menjadi sesuatu hal yang berkembang karena mendatangkan pengaruh positif terhadap sektor lain. (Deery, Jago, Fredline, 2004) menyatakan bahwa : Sport tourism has become the subject of an increasing level of both academic and government interest. It is perceived to be important because of its economic contribution as well as other influences such as the impact on community well-being and thesense of pride that sport tourism may engender.
Paradigma yang digunakan dalam pengembangan olahraga pariwisata mencakup beberapa hal. (Gibson, 2005) menjelaskan bahwa : paradigms used in sport and tourism studies, those of tourist roles, destination branding, seasonality, host–guest relations. Selanjutnya pengembangan olahraga pariwisata memerlukan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dari semua aspek sebagaimana (Robinson & Gammon, 2004) menyatakan bahwa : A sport tourism framework is detailed and not only illustrates a tentative sport tourist typology (based upon competitiveness, recreation, activity and passivity) but also a method which organisations can utilise, in order to identify current and future sport tourism developments.
Friday, 26 March 2010
Monday, 15 March 2010
PERAN PSIKOLOGI DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Psikologi dewasa ini semakin menjadi bagian yang sangat sentral pada ilmu pengetahuan dan khususnya dalam dunia pendidikan. Dengan psikologi manusia dapat mempelajari setiap gejala yang terjadi baik itu didalam masyarakat maupun individu pada khususnya. Dalam psikologi terdapat banyak bagian yang terkandung didalamnya salah satunya adalah cabang keilmuan psikologi pendidikan yang banyak berkaitan dengan pendidikan dan didalam pendidikan itu terdapat banyak konsep ilmu diantaranya belajar dan mengajar.
Hakekat kejiwaan manusia terwujud dengan adanya kekuatan-kekuatan serta aktifitas-aktifitas kejiawaan dalam diri manusia, yang semua itu menghasilkan tingkah laku yang lebih sempurna dari pada makhluk lain. Tanpa disadari manusia secara tidak langsung telah melakukan suatu perubahan dimana perubahan tersebut terbentuk dari tidak bisa menjadi biasa, tidak tahu menjadi tahu dan seterusnya hingga manusia tersebut menjadi manusia sempurna (insan kamil).
Belajar bukanlah kegiatan yang hanya berlangsung di dalam kelas saja, tetapi juga berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Belajar tidak hanya melibatkan yang benar saja, tetapi juga melibatkan yang tidak benar, missal ada murid yang salah mengeja kata, kita tidak dapat mengatakan bahwa tidak belajar, hanya saja dia mengeja yang salah. Jadi belajar tidaklah selalu dalam hal pengetahuan atau keterampilan, tetapi juga dapat berkenaan dengan sikap, tingkah laku, kejiwaan dan perasaan.
Unsur asasi dari belajar adalah selalu melibatkan adanya perubahan dalam diri orang yang belajar. Perubahan itu bisa terjadi dengan sengaja bisa lebih baik bisa lebih buruk. Agar berkualitas sebagai belajar, perubahan itu harus dilahirkan oleh pengalaman, oleh interaksi antar orang dengan lingkungannya. Untuk itu dalam makalah ini kami menguraikan tentang definisi belajar, definisi psikologi serta konsep dan makna psikologi belajar.
Lain halnya dengan mengajar, mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Zamroni (2000:74) mengatakan “guru adalah kreator proses belajar mengajar”. Ia adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa orientasi pengajaran dalam konteks belajar mengajar diarahkan untuk pengembangan aktivitas siswa dalam belajar.
Meliat dari semua pernyataan diatas maka penulis ingin mengkaji lebih jauh lagi tentang bagaimana peran psikologi dalam pendidikan dan khususnya dalam pembelajaran.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah :
Pengertian psikologi secara umum
Bagaimana psikologi sebagai ilmu
Apa itu psikologi pendidikan
Pengertian belajar
Apa yang dimaksud pembelajaran
C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
Untuk mengetahui peran psikologi dalam proses belajar dan pembelajaran.
Untuk mengetahui pengertian psikologi secara umum
Untuk mengetahui peran psikologi sebagai ilmu
Untuk mengetahui psikologi pendidikan
Untuk mengetahui pengertian belajar
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum kita membahas lebih jauh ada baiknya kita mengkaji satu persatu dari pokok pembahasan kita kali ini yang mana terkait dengan psikologi, pendidikan, belajar maupun mengajar
A. PENGERTIAN PSIKOLOGI
Psikologi merupakan cabang ilmu yang mempunyai peran yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan dan merupakan cabang ilmu pengetahuan yang tergolong muda, psikologi memiliki pengertian sebagai berikut
Secara etimologis, psikologi berasal dari kata "psyche" yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan "logos" atau ilmu. Dilihat dari arti kata terseJbut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung atau psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan yang dapat dilihat melalui tingkah laku.
Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
a. psikologi sebagai ilmu
Psikologi sebagai ilmu dimulai pada tahun 1879, sewaktu Wilhelm wundt mendirikan laboratorium psikologi di kota Leipzig Jerman. Wundt seorang ahli filsafat, ahli faal dan psikologi. Ia mulai mengadakn penelitian-penelitian psikologi melalui percobaannya mengenai pikiran atau akal manusia.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
• Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
• Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
• Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Tiga masalah yang menjadi pusat perhatian penelitiannya yaitu :
• Proses kesadaran serta unsur-unsur yang membentuknya,
• Cara unsur-unsur itu saling berhubungan, dan
• Menentukan hukum atau aturan dari hubungan unsur-unsur tersebut.
Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda-beda seperti pertumbuhan fisik, genetika, sistem otak, kematangan dan karakteristik individu lainnya. Oleh karena itu, para ahli psikologi mencoba menyusun teori psikologi melalui enam pendekatan, yaitu :
• Menghubungkan dan mengintegrasikan hasil-hasil suatu studi dengan hasil studi lannya yang
menggunakan cara dan prosedur yang sama.
• Mensintesiskan penemuan yang saling berhubungandengan cara mempelajari beberapa
model miniatur yang difokuskan pada penelitian proses atau sub proses psikologi.
• Menghubungkan hasil-hasil penemuan dengan teori-teori yang lebih komprehensif agar
diperoleh teori psikologi yang komprehensif pula.Teori psikologi yang komprehensif minimal
termasuk persepsi, kemampuan dan motivasi.
• Mewujudkan kesepakatan untuk membangun satu teori yang diterima bersama sebagai
kerangka dasar untuk mengembangkan teori psikologi yang komprehensif.
• Berdasarkan pendekatan keempat di atas muncul aliran-aliran dan pandangan psikologi yang
berbeda sehingga terjadi persaingan satu sama lainnya, menuju kepada teori psikologi
komprehensif.
• Pendekatan yang berorientasi kepada penelitian psikologi yang terintegrasikan dengan teori
ilmu prilaku manusia seperti Sosiologi, Antropologi, Ekonomi, dsb.
Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya :
• Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
• Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
• Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
• Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
• Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
• Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks. Namun kita akan terfokus membicarakan tentang psikologi pendidikan.
B. PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Pengertian pendidikan menurut para ahli adalah :
• Menurut Jhon dewey: Adalah proses pembentukan kecakapan-kecapakan fundamental secara intelektual, emosional kea rah alam manusia.
• Menurut Ruseu: Adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi dibutuhkan waktu dewasa.
• Menurut Riarkara: Adalah kemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda kea rah insani.
• Menurut Ahmad Manimba: Adalah bimbingan, pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Psikologi pendidikan adalah pengetahuan yang mempelajari tingkah laku-tingkah laku yang terjadi dalam proses pendidikan.
1. Faktor-faktor pendidikan
Menurut Sutari Imam Barnadib, ada 4 macam:
• Tujuan yang hendak dicapai
• Subjek (pendidik dan anak didik yang melakukan pendidikan)
• Lingkungan
• Alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan.
Tujuan pendidikan nasional dalam UU No. 2, adalah: ” Mencerdaskan pendidikan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa keda Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi luhur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki keterampilan, pengetahuan. Kesehatan dan memenuhi rasa tanggung jawab ke masyarakat dan kebangsaan serta membentuk manusia indonesia yang pancasilais utuh (paripurna)”.
a. Tujuan dan peran lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan keluarga berfungsi:
• Pengalaman pertama pada kanak-kanak
• Menjamin kehidupan emosional
• Menanamkan dasar-dasar pendidikan dan moral
• Meletakan dasar-dasar keagamaan
Lembaga pendidikan sekolah berfungsi:
• Diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hirarkis.
• Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan suatu relatif homogen.
• Waktu pendidikan relatof lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan.
• Materi/visi pendidikan lebih banyak bersifat akademis/umum.
• Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawatan terhadap kebutuhan yang akan datang.
Lembaga pendidikan masyarakat
• Diselenggarakan dengan sengaja di sekolah
• Peserta umum, mereka yang tidak sekolah
• Tidak mengenal jenjang dan program pendidikan jangka waktu tertentu
• Peserta tidak perlu homogen
• Ada waktu belajar dan metode formal melalui yang sistematis
• Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus
• Keterampilan kerja sangat diketatkan sebagai jawaban terhadap kebutuhan peningkatan tarap hidup.
Didalam berbicara masalah pendidikan didalamnya terdapat perangkat-perangkat yang kompleks salah satunya adalah guru. Guru merupakan komponen yang sangat berperan penting baik dalam hal pendidikan maupun dalam pengajaran. Guru adalah penerus kebudayaan dari segi tugas subjek pendidikan, adalah partisipasi orang tua. Partisipan merupakan peserta lebih tepat dari pembantu. Tekanan tuagasnya ialah membina dan mengisi intelek, meskipun ia juga harus berurusan dengan fungsi lain dari integritas manusia. Guru-guru dengan tugas membina fungsi intelek tidak boleh mengabaikan atau tidak melihat integritas itu.
Tugas Guru adalah memandaikan, menyampaikan ilmu pengetahuan dan kepandaian yang biasa diterima oleh intelek, tapi ia juga harus menjaga supaya pandai/pintar itu tidak semata-mata pintar tetapi ia juga harus menjadi pintar yang baik dan juga berguna.
Guru sebagai kesatuan menjadi lembaga yang umum disebut team guru-guru di dalam sekolah. Team guru-guru adalah lembaga subordinatif dari lembaga sekolah, namun sekolah biasa diidentifikasikan dengan guru-gurunya.
Guru sebagai sutu team amat penting karena team itu sendiri dapat berwibawa mengatasi wibawa oknum guru-gurunya, biarpun direkturnya. Guru-guru harus menjaga wibawa team dan itu memjaga ”image” sekolah dalam pendidikan, bahwa guru mempunyai kebebasan yang besar dalam tugas-tugasnya, sehingga guru-guru itu tidak berfungsi dengan baik.
Para guru memandang teori pioget dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan guru dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di dalam kurikulum. Hunt (1964) mempraktekan di dalam program pendidikan TK yang menekankan pada perkembangan sensori motoris dan pre-operasional. Poel (1964) di dalam mengajar berhitung.
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan - pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6, Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
Berdasarkan poin lima pada pertimbangan psikologis seorang guru mencakup iklim belajar yang kondusif dan belajar merupakan pra syarat utama dalam proses pendidika itu sendiri
b. pengertian belajar
Belajar adalah suatu proses di dalam kepribadian manusia, perubahan tersebut ditempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas.
1. Teori Belajar
Terdapat dua golongan besar dalam jenis teori belajar, yakni golongan behavioristic yaitu teori belajar stimulus-responatau conditioning theories dan golongan gestalt-field atau cognitive-field theories yaitu teori belajar kognitif. Kedua teori belajar ini di samping mempunyai perbedaan bahkan pertentangan juga mempunyai persamaan. Persamaannya terletak dalam hal pandangannya terhadap manusia sama-sama menggunakan pendekatan ilmiah, keduanya melakukan pendekatan psikologi. Sedangkan perbedaannya terletak dalam asumsi mengenai perilaku manusia.
Sedangkan menurut Drs. M. Ngalim Purwanto, MP memberikan definisi belajar dari beberapa elemen:
• Belajar adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang buruk.
• Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau tidak dianggap sebagai hasil belajar seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
• Belajar adalah perubahan relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.
• Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap.
2. konsep dan makna belajar
Telah dikemukakan diatas bahwa belajar merupakan suatu perubahan dalam diri seseorang yang terjadi karena pengalaman. Menurut C.T. Morgan dalam Introduction to Psycology (1961) merumuskan belajar sebagai “suatu perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman yang lalu”. Jadi bisa disimpulkan bahwa belajar sangat erat kaitannya dengan perubahan tingkah laku seseorang. Akan tetapi perubahan yang bukan terjadi karena adanya proses-proses belajar tidak dapat dikatakan sebagai belajar. Perubahan selain belajar antara lain karena adanya proses fisiologis (missal: sakit) dan perubahan terjadi karena adanya proses-proses pematangan (missal : bayi yang mulai dapat berjalan).
Ada dua pandangan mengenai perubahan yang terjadi dalam proses-proses belajar, antara lain :
1. Pandangan Behavioristik
Menurut pandangan ini (seperti J.B. Watson, E.L. Thorndike, dan B.F. Skinner) Belajar adalah perubahan tingkah laku, dengan cara seseorang berbuat pada situasi tertentu. Yang dimaksud tingkah laku disini ialah tingkah laku yang dapat diamati ( berfikir dan emosi tidak menjadi perhatian dalam pandangan ini, karena tidak dapat diamati secara langsung. Diantara keyakinan prinsipil yang terdapat dalam pandangan ini ialah anak lahir tanpa warisan kecerdasan, bakat, persaan, dan warisan abstrak lainnya. Semua kecakapan timbul setelah manusia melakukan kontak dengan lingkungan.
2. Pandangan Kognitif
Menurut Pandangan ini (seperti Jean Piaget, Robert Glaser, John Anderson, Jerome Bruner, dan David Ausubel) Belajar adalah proses internal mental manusia yang tidak dapat diamati secara langasung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu, perubahan dalam tingkah lauku hanyalah suatu refleksi dari perubahan internal dan tak dapat diukur tanpa dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental. (aspek-aspek yang tidak dapat diamati seperti pengetahuan, arti, perasaan, keinginan, kreatifitas, harapan dan pikiran).
Selain dari pada itu, dewasa ini para neobehaviorist memperluas pandangan behavioristik tentang belajar meliputi aspek-aspek yang tidak dapat diamati secara langsung seperti harapan-harapan, keinginan, keyakinan, dan pikiran. Salah seorang diantaranya ialah albert Bandura (1986) dengan teori kognitif sosial-nya yang menganggap bahwa belajar itu lebih dari sekedar adanya perubahan dalam tingkah laku yang diamati. Belajar adalah pencapaian pengetahuan dan tingkah laku yang dapat diamati yang berdasar pad apengetahuan tersebut. Dalam banyak hal teori ini dapat dianggap sebagai tali penghubung antara aliran behaviorisme dengan teoir kognitif.
Dari berbagai pendapat dan pandangan mengenai definisi belajar terlepas dari berbagai macam kelemahan-kelemahan dari masing pandangan dapat disimpulkan bahwa belajar suatu porses yang terjadi dalam diri seseorang (pandangan kognitif), tetapi juga menekankan pentingnya perubahan dalam tingkah laku yang dapat diamati sebagai pertanda bahwa belajar telah berlangsung (pandangan behavioristik) dengan menunjukkan perubahan yang progresif pada tingkah laku sehinga hasil yang dicapai maksimal.
3. konsep psikologi belajar
Dari uraian tentang psikologi, bahwa psikologi sebagai ilmu pengetahuan berupaya memahami keadaan dan perilaku manusia, sedangkan belajar merupakan kegiatan manusia yang berhubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Agar kegiatan belajar tersebut memperoleh hasil yang maksimal sesuai harapan, maka manusia tersebut membutuhkan suatu pemahaman tentang psikologi.
Tujuan dari memperlajari psikologi belajar adalah agar manusia mempunyai pemahaman lebih tentang indivudi, baik dirinya sendiri maupun orang lain serta dari hasil pemahaman tersebut seseorang diharapkan dapat bertindak ataupun memberikan perlakuan yang lebih bijaksana.
c. pembelajaran
Mengapa diperlukan teori pembelajaran?. Disini kita akan memfokuskan aspek dasar dari psikologi yang mana memasukan pengetahuan, pemahaman, perkembangan, kepribadian dan lain lian. Bagi ahli psikologi tekanan pada teori pembelajaran dan dengan penelitian yang utama dari fakta sejarahnya bahwa teori pembelajaran menempati tingkat utama dalam perkembangan ilmu pengetahuan psikologi semenjak awal abad ini dimulai. Memang sejarah dari perkembangan teori pembelajaran ini adalah cabang dari psikologi yang dikenal hamper isomorphic dengan sejarah psikologi sebagai suatu keteraaturan yang terpisah.
Untuk mengetahui dan memahami teori pembelajaran dan untuk dapat mengerti masalah yang timbul di dalam perkembangan teori ini perlun adanya pemahaman yang baik terhadap persoalan utama dalam teori psikologi. Oleh karena itu banyak orang yang melihat dirinya sebagai seorang psikologis atau siapa saja yang berkeinginan menggunakan psikologi untuk beberapa tujuan praktek haruslah paham dengan teori belajar. Ini secara tidak langsung bagi mereka teori belajar dianggap cukup untuk memecahkan masalah penting ketika dilihat dari teori psikologi lain yang terpisah
Salah satu dari tujuan makalah ini adalah untuk memberikan proses dan asas dari gagasan teori belajar dan mengaharapkan pembaca akan mendapat pemahaman teori belajar sebagai salah satu aspek dasar teori ilmu pengetahuan psikologi yang mana terkait dengan pendidikan. Catatan penting bahwa orientasi ada dan sangat mempengaruhi hubungan antara psikologi dan pendidikan.
Ada beberaapa pengertian yang digunakan untuk mendefinisikan kegiatan mengajar. Antara lain :
1. Definisi klasik menyatakan bahwa mengajar diartikan sebagai penyampaian sejumlah pengetahuan karena pandangan yang seperti ini, maka guru dipandang sebagai sumber pengetahuan dan siswa dianggap tidak mengerti apa – apa. Pengertian ini sejalan dengan pandangan Jerome S. Brunner yang berpendapat bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh siswa.
2. Definisi modern menolak Pandangan klasik seperti diatas, oleh sebab itu pandangan tersebut kini mulai ditinggalkan. Orang mulai beralih ke pandangan bahwa mengajar tidaklah sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan, melainkan berusaha membuat suatu situasi lingkungan yang memungkinkan siswa untuk belajar. Para ahli pendidikan yang sejalan dengan pendapat tersebut antara lain : Nasution, yang merumuskan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik – baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadilah proses belajar mengajar.
3. Menurut Tyson dan Caroll menyatakan bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara guru dengan siswa yang sama – sama aktif melakukan kegiatan. Sedangkan Tordif berpendapat bahwa mengajar adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (guru) dengan tujuan membantu dan memudahkan orang lain (siswa) untuk melakukan kegiatan belajar. Adapun konsep baru tentang mengajar menyatakan bahwa mengajar adalah membina siswa bagaimana belajar, bagaimana berfikir dan bagaimana menyelidiki.
Nasution (1982:8) mengemukakan kegiatan mengajar diartikan sebagai segenap aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Dengan demikian proses dan keberhasilan belajar siswa turut ditentukan oleh peran yang dibawakan guru selama interaksi proses belajar mengajar berlangsung. Usman (1994:3) mengemukakan mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses belajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, yang menunjang terhadap kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa aktivitas yang sangat menonjol dalam pengajaran ada pada siswa. Namun, bukan berarti peran guru tersisihkan, tetapi diubah, kalau guru dianggap sebagai sumber pengetahuan, sehingga guru selalu aktif dan siswa selalu pasif dalam kegiatan belajar mengajar. Guru adalah seorang pemandu dan pendorong agar siswa belajar secara aktif dan kreatif.
Hamalik (2001:44-53) mengemukakan, mengajar dapat diartikan sebagai
• menyampaikan pengetahuan kepada siswa,
• mewariskan kebudayaan kepada generasi muda,
• usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa,
• memberikan bimbingan belajar kepada murid,
• kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik,
• suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Tardif (dalam Adrian, 2004) mendefinisikan, mengajar adalah any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner), yang berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini peserta didik) melakukan kegiatan belajar.
Biggs (dalam Adrian, 2004) seorang pakar psikologi membagi konsep mengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu
(1) Pengertian Kuantitatif.
Mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.
(2) Pengertian institusional.
Mengajar berarti the efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat, kemampuan dan kebutuhannya.
(3) Pengertian kualitatif.
Mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri. Burton (dalam Sagala, 2003:61) mengemukakan mengajar adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.
Berdasarkan definisi-definisi mengajar dari para pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa, sehingga terjadi proses belajar.
Aktivitas kompleks yang dimaksud antara lain adalah :
• mengatur kegiatan belajar siswa,
• memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, dan
• memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa.
Berdasarkan penjelasan dari teori-teori diatas dapat dilihat bahwa belajar dan pembelajaran
1).Teori Pengajaran
Ada Beberapa pendapat yang menyangkut hubungan antara teori belajar dengan teori pengajaran.Berikut ini akan dikemukaan lima pendekatan bagaimana menggunakan teori belajar psikolog dalam menyusun teori pengajaran.
1. Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku.
Pendekatan modifikasi tingkah laku telah didefinisikan secara khusus dan diterapkan dalam bidang klinis dan pendidikan.Kaedah –kaedah belajarnya diturunkan dari studi laboratorium proses belajar.Ia mendorong pendidik untuk menggunakan kaedah –kaedah penguatan (reinforcement) dalam mengidentifikasi aspek –aspek penting dalam belajar, dan mengatur kondisi sedemikian rupa agar sisiwa memiliki reward.Di samping itu pendekatan modifikasi tingkah laku prosedur pengajaran terlalu mendorong para sisiwa untuk percaya bahwa selalu ada jawaban yang benar untuk setiap masalah.
2. Pendekatan Teori Belajar Konektif
Teori pengajaran harus berhubungan dengan motivasi sisiwa, menggunakan kaedah –kaedah yang dapat mendorong siswa mau dan mampu belajar bila mereka memasuki situasi belajar mengajar.
3. Pendekatan Kaedah-Kaedah Belajar
Teori pengajaran harus memberikan tekanan kepada perhatian dan respon sisiwa terhadap bahan pengajaran,serta pengetahuan yang dihasilkan sebagai kontrol respon dan ganjaran merupakan cara untuk membimbing perhatian dan tingkah laku sisiwa.
4. Pendekatan Analisis Tugas
Pendekatan ini muncul kaerna ketidak puasan terhadap teori pengajaran berdasarkan kaedah –kaedah belajar laboratoris. Mereka menyatakan bahwa studi belajar psikolog dapat bermanfaat bila menyiapkan suatu cara yang sitematis untuk menganalisis jenis tugas yang ada dalam latihan pratis termasuk dalam praktek pendidikan dan pengjaran.
5. Pendekatan Psikolog Humanistik
Psikolog humanistik dipandang sebagai alternatif baru neobehaviorisme dan psikolog kognitif. Sehingga psikolog harus lebih menangani pribadi keseluruhan (whole person) dari pada analisis bagian –bagian dari semua sub aspek manusia.Sehingga bisa ditentukan agar menunjang proses belajar yang lebih bermakna.Namun teori pengajaran dari psikologi humanistik tidak selesai dan menuntut pengujian secara empiris.
Penjelasan diatas membuktikan bahwa betapa pentingnya psikologi dalam proses belajar dan mengajar maupun dalam dunia pendidikan pada umumnya. Guru dituntut untuk mengetahui aspek-aspek kejiwaaan dari peserta didiknya agar guru dapat menerapkan konsep belajar maupun mengajar yang pas untuk peserta didiknya sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai seperti yang diharapkan.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Psikologi dewasa ini semakin menjadi bagian yang sangat sentral pada ilmu pengetahuan dan khususnya dalam dunia pendidikan. Dengan psikologi manusia dapat mempelajari setiap gejala yang terjadi baik itu didalam masyarakat maupun individu pada khususnya. Dalam psikologi terdapat banyak bagian yang terkandung didalamnya salah satunya adalah cabang keilmuan psikologi pendidikan yang banyak berkaitan dengan pendidikan dan didalam pendidikan itu terdapat banyak konsep ilmu diantaranya belajar dan mengajar.
Hakekat kejiwaan manusia terwujud dengan adanya kekuatan-kekuatan serta aktifitas-aktifitas kejiawaan dalam diri manusia, yang semua itu menghasilkan tingkah laku yang lebih sempurna dari pada makhluk lain. Tanpa disadari manusia secara tidak langsung telah melakukan suatu perubahan dimana perubahan tersebut terbentuk dari tidak bisa menjadi biasa, tidak tahu menjadi tahu dan seterusnya hingga manusia tersebut menjadi manusia sempurna (insan kamil).
Belajar bukanlah kegiatan yang hanya berlangsung di dalam kelas saja, tetapi juga berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Belajar tidak hanya melibatkan yang benar saja, tetapi juga melibatkan yang tidak benar, missal ada murid yang salah mengeja kata, kita tidak dapat mengatakan bahwa tidak belajar, hanya saja dia mengeja yang salah. Jadi belajar tidaklah selalu dalam hal pengetahuan atau keterampilan, tetapi juga dapat berkenaan dengan sikap, tingkah laku, kejiwaan dan perasaan.
Unsur asasi dari belajar adalah selalu melibatkan adanya perubahan dalam diri orang yang belajar. Perubahan itu bisa terjadi dengan sengaja bisa lebih baik bisa lebih buruk. Agar berkualitas sebagai belajar, perubahan itu harus dilahirkan oleh pengalaman, oleh interaksi antar orang dengan lingkungannya. Untuk itu dalam makalah ini kami menguraikan tentang definisi belajar, definisi psikologi serta konsep dan makna psikologi belajar.
Lain halnya dengan mengajar, mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Zamroni (2000:74) mengatakan “guru adalah kreator proses belajar mengajar”. Ia adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa orientasi pengajaran dalam konteks belajar mengajar diarahkan untuk pengembangan aktivitas siswa dalam belajar.
Meliat dari semua pernyataan diatas maka penulis ingin mengkaji lebih jauh lagi tentang bagaimana peran psikologi dalam pendidikan dan khususnya dalam pembelajaran.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah :
Pengertian psikologi secara umum
Bagaimana psikologi sebagai ilmu
Apa itu psikologi pendidikan
Pengertian belajar
Apa yang dimaksud pembelajaran
C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
Untuk mengetahui peran psikologi dalam proses belajar dan pembelajaran.
Untuk mengetahui pengertian psikologi secara umum
Untuk mengetahui peran psikologi sebagai ilmu
Untuk mengetahui psikologi pendidikan
Untuk mengetahui pengertian belajar
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum kita membahas lebih jauh ada baiknya kita mengkaji satu persatu dari pokok pembahasan kita kali ini yang mana terkait dengan psikologi, pendidikan, belajar maupun mengajar
A. PENGERTIAN PSIKOLOGI
Psikologi merupakan cabang ilmu yang mempunyai peran yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan dan merupakan cabang ilmu pengetahuan yang tergolong muda, psikologi memiliki pengertian sebagai berikut
Secara etimologis, psikologi berasal dari kata "psyche" yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan "logos" atau ilmu. Dilihat dari arti kata terseJbut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung atau psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan yang dapat dilihat melalui tingkah laku.
Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
a. psikologi sebagai ilmu
Psikologi sebagai ilmu dimulai pada tahun 1879, sewaktu Wilhelm wundt mendirikan laboratorium psikologi di kota Leipzig Jerman. Wundt seorang ahli filsafat, ahli faal dan psikologi. Ia mulai mengadakn penelitian-penelitian psikologi melalui percobaannya mengenai pikiran atau akal manusia.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
• Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
• Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
• Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Tiga masalah yang menjadi pusat perhatian penelitiannya yaitu :
• Proses kesadaran serta unsur-unsur yang membentuknya,
• Cara unsur-unsur itu saling berhubungan, dan
• Menentukan hukum atau aturan dari hubungan unsur-unsur tersebut.
Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda-beda seperti pertumbuhan fisik, genetika, sistem otak, kematangan dan karakteristik individu lainnya. Oleh karena itu, para ahli psikologi mencoba menyusun teori psikologi melalui enam pendekatan, yaitu :
• Menghubungkan dan mengintegrasikan hasil-hasil suatu studi dengan hasil studi lannya yang
menggunakan cara dan prosedur yang sama.
• Mensintesiskan penemuan yang saling berhubungandengan cara mempelajari beberapa
model miniatur yang difokuskan pada penelitian proses atau sub proses psikologi.
• Menghubungkan hasil-hasil penemuan dengan teori-teori yang lebih komprehensif agar
diperoleh teori psikologi yang komprehensif pula.Teori psikologi yang komprehensif minimal
termasuk persepsi, kemampuan dan motivasi.
• Mewujudkan kesepakatan untuk membangun satu teori yang diterima bersama sebagai
kerangka dasar untuk mengembangkan teori psikologi yang komprehensif.
• Berdasarkan pendekatan keempat di atas muncul aliran-aliran dan pandangan psikologi yang
berbeda sehingga terjadi persaingan satu sama lainnya, menuju kepada teori psikologi
komprehensif.
• Pendekatan yang berorientasi kepada penelitian psikologi yang terintegrasikan dengan teori
ilmu prilaku manusia seperti Sosiologi, Antropologi, Ekonomi, dsb.
Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya :
• Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
• Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
• Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
• Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
• Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
• Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks. Namun kita akan terfokus membicarakan tentang psikologi pendidikan.
B. PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Pengertian pendidikan menurut para ahli adalah :
• Menurut Jhon dewey: Adalah proses pembentukan kecakapan-kecapakan fundamental secara intelektual, emosional kea rah alam manusia.
• Menurut Ruseu: Adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi dibutuhkan waktu dewasa.
• Menurut Riarkara: Adalah kemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda kea rah insani.
• Menurut Ahmad Manimba: Adalah bimbingan, pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Psikologi pendidikan adalah pengetahuan yang mempelajari tingkah laku-tingkah laku yang terjadi dalam proses pendidikan.
1. Faktor-faktor pendidikan
Menurut Sutari Imam Barnadib, ada 4 macam:
• Tujuan yang hendak dicapai
• Subjek (pendidik dan anak didik yang melakukan pendidikan)
• Lingkungan
• Alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan.
Tujuan pendidikan nasional dalam UU No. 2, adalah: ” Mencerdaskan pendidikan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa keda Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi luhur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki keterampilan, pengetahuan. Kesehatan dan memenuhi rasa tanggung jawab ke masyarakat dan kebangsaan serta membentuk manusia indonesia yang pancasilais utuh (paripurna)”.
a. Tujuan dan peran lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan keluarga berfungsi:
• Pengalaman pertama pada kanak-kanak
• Menjamin kehidupan emosional
• Menanamkan dasar-dasar pendidikan dan moral
• Meletakan dasar-dasar keagamaan
Lembaga pendidikan sekolah berfungsi:
• Diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hirarkis.
• Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan suatu relatif homogen.
• Waktu pendidikan relatof lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan.
• Materi/visi pendidikan lebih banyak bersifat akademis/umum.
• Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawatan terhadap kebutuhan yang akan datang.
Lembaga pendidikan masyarakat
• Diselenggarakan dengan sengaja di sekolah
• Peserta umum, mereka yang tidak sekolah
• Tidak mengenal jenjang dan program pendidikan jangka waktu tertentu
• Peserta tidak perlu homogen
• Ada waktu belajar dan metode formal melalui yang sistematis
• Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus
• Keterampilan kerja sangat diketatkan sebagai jawaban terhadap kebutuhan peningkatan tarap hidup.
Didalam berbicara masalah pendidikan didalamnya terdapat perangkat-perangkat yang kompleks salah satunya adalah guru. Guru merupakan komponen yang sangat berperan penting baik dalam hal pendidikan maupun dalam pengajaran. Guru adalah penerus kebudayaan dari segi tugas subjek pendidikan, adalah partisipasi orang tua. Partisipan merupakan peserta lebih tepat dari pembantu. Tekanan tuagasnya ialah membina dan mengisi intelek, meskipun ia juga harus berurusan dengan fungsi lain dari integritas manusia. Guru-guru dengan tugas membina fungsi intelek tidak boleh mengabaikan atau tidak melihat integritas itu.
Tugas Guru adalah memandaikan, menyampaikan ilmu pengetahuan dan kepandaian yang biasa diterima oleh intelek, tapi ia juga harus menjaga supaya pandai/pintar itu tidak semata-mata pintar tetapi ia juga harus menjadi pintar yang baik dan juga berguna.
Guru sebagai kesatuan menjadi lembaga yang umum disebut team guru-guru di dalam sekolah. Team guru-guru adalah lembaga subordinatif dari lembaga sekolah, namun sekolah biasa diidentifikasikan dengan guru-gurunya.
Guru sebagai sutu team amat penting karena team itu sendiri dapat berwibawa mengatasi wibawa oknum guru-gurunya, biarpun direkturnya. Guru-guru harus menjaga wibawa team dan itu memjaga ”image” sekolah dalam pendidikan, bahwa guru mempunyai kebebasan yang besar dalam tugas-tugasnya, sehingga guru-guru itu tidak berfungsi dengan baik.
Para guru memandang teori pioget dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan guru dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di dalam kurikulum. Hunt (1964) mempraktekan di dalam program pendidikan TK yang menekankan pada perkembangan sensori motoris dan pre-operasional. Poel (1964) di dalam mengajar berhitung.
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan - pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6, Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
Berdasarkan poin lima pada pertimbangan psikologis seorang guru mencakup iklim belajar yang kondusif dan belajar merupakan pra syarat utama dalam proses pendidika itu sendiri
b. pengertian belajar
Belajar adalah suatu proses di dalam kepribadian manusia, perubahan tersebut ditempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas.
1. Teori Belajar
Terdapat dua golongan besar dalam jenis teori belajar, yakni golongan behavioristic yaitu teori belajar stimulus-responatau conditioning theories dan golongan gestalt-field atau cognitive-field theories yaitu teori belajar kognitif. Kedua teori belajar ini di samping mempunyai perbedaan bahkan pertentangan juga mempunyai persamaan. Persamaannya terletak dalam hal pandangannya terhadap manusia sama-sama menggunakan pendekatan ilmiah, keduanya melakukan pendekatan psikologi. Sedangkan perbedaannya terletak dalam asumsi mengenai perilaku manusia.
Sedangkan menurut Drs. M. Ngalim Purwanto, MP memberikan definisi belajar dari beberapa elemen:
• Belajar adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang buruk.
• Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau tidak dianggap sebagai hasil belajar seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
• Belajar adalah perubahan relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.
• Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap.
2. konsep dan makna belajar
Telah dikemukakan diatas bahwa belajar merupakan suatu perubahan dalam diri seseorang yang terjadi karena pengalaman. Menurut C.T. Morgan dalam Introduction to Psycology (1961) merumuskan belajar sebagai “suatu perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman yang lalu”. Jadi bisa disimpulkan bahwa belajar sangat erat kaitannya dengan perubahan tingkah laku seseorang. Akan tetapi perubahan yang bukan terjadi karena adanya proses-proses belajar tidak dapat dikatakan sebagai belajar. Perubahan selain belajar antara lain karena adanya proses fisiologis (missal: sakit) dan perubahan terjadi karena adanya proses-proses pematangan (missal : bayi yang mulai dapat berjalan).
Ada dua pandangan mengenai perubahan yang terjadi dalam proses-proses belajar, antara lain :
1. Pandangan Behavioristik
Menurut pandangan ini (seperti J.B. Watson, E.L. Thorndike, dan B.F. Skinner) Belajar adalah perubahan tingkah laku, dengan cara seseorang berbuat pada situasi tertentu. Yang dimaksud tingkah laku disini ialah tingkah laku yang dapat diamati ( berfikir dan emosi tidak menjadi perhatian dalam pandangan ini, karena tidak dapat diamati secara langsung. Diantara keyakinan prinsipil yang terdapat dalam pandangan ini ialah anak lahir tanpa warisan kecerdasan, bakat, persaan, dan warisan abstrak lainnya. Semua kecakapan timbul setelah manusia melakukan kontak dengan lingkungan.
2. Pandangan Kognitif
Menurut Pandangan ini (seperti Jean Piaget, Robert Glaser, John Anderson, Jerome Bruner, dan David Ausubel) Belajar adalah proses internal mental manusia yang tidak dapat diamati secara langasung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu, perubahan dalam tingkah lauku hanyalah suatu refleksi dari perubahan internal dan tak dapat diukur tanpa dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental. (aspek-aspek yang tidak dapat diamati seperti pengetahuan, arti, perasaan, keinginan, kreatifitas, harapan dan pikiran).
Selain dari pada itu, dewasa ini para neobehaviorist memperluas pandangan behavioristik tentang belajar meliputi aspek-aspek yang tidak dapat diamati secara langsung seperti harapan-harapan, keinginan, keyakinan, dan pikiran. Salah seorang diantaranya ialah albert Bandura (1986) dengan teori kognitif sosial-nya yang menganggap bahwa belajar itu lebih dari sekedar adanya perubahan dalam tingkah laku yang diamati. Belajar adalah pencapaian pengetahuan dan tingkah laku yang dapat diamati yang berdasar pad apengetahuan tersebut. Dalam banyak hal teori ini dapat dianggap sebagai tali penghubung antara aliran behaviorisme dengan teoir kognitif.
Dari berbagai pendapat dan pandangan mengenai definisi belajar terlepas dari berbagai macam kelemahan-kelemahan dari masing pandangan dapat disimpulkan bahwa belajar suatu porses yang terjadi dalam diri seseorang (pandangan kognitif), tetapi juga menekankan pentingnya perubahan dalam tingkah laku yang dapat diamati sebagai pertanda bahwa belajar telah berlangsung (pandangan behavioristik) dengan menunjukkan perubahan yang progresif pada tingkah laku sehinga hasil yang dicapai maksimal.
3. konsep psikologi belajar
Dari uraian tentang psikologi, bahwa psikologi sebagai ilmu pengetahuan berupaya memahami keadaan dan perilaku manusia, sedangkan belajar merupakan kegiatan manusia yang berhubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Agar kegiatan belajar tersebut memperoleh hasil yang maksimal sesuai harapan, maka manusia tersebut membutuhkan suatu pemahaman tentang psikologi.
Tujuan dari memperlajari psikologi belajar adalah agar manusia mempunyai pemahaman lebih tentang indivudi, baik dirinya sendiri maupun orang lain serta dari hasil pemahaman tersebut seseorang diharapkan dapat bertindak ataupun memberikan perlakuan yang lebih bijaksana.
c. pembelajaran
Mengapa diperlukan teori pembelajaran?. Disini kita akan memfokuskan aspek dasar dari psikologi yang mana memasukan pengetahuan, pemahaman, perkembangan, kepribadian dan lain lian. Bagi ahli psikologi tekanan pada teori pembelajaran dan dengan penelitian yang utama dari fakta sejarahnya bahwa teori pembelajaran menempati tingkat utama dalam perkembangan ilmu pengetahuan psikologi semenjak awal abad ini dimulai. Memang sejarah dari perkembangan teori pembelajaran ini adalah cabang dari psikologi yang dikenal hamper isomorphic dengan sejarah psikologi sebagai suatu keteraaturan yang terpisah.
Untuk mengetahui dan memahami teori pembelajaran dan untuk dapat mengerti masalah yang timbul di dalam perkembangan teori ini perlun adanya pemahaman yang baik terhadap persoalan utama dalam teori psikologi. Oleh karena itu banyak orang yang melihat dirinya sebagai seorang psikologis atau siapa saja yang berkeinginan menggunakan psikologi untuk beberapa tujuan praktek haruslah paham dengan teori belajar. Ini secara tidak langsung bagi mereka teori belajar dianggap cukup untuk memecahkan masalah penting ketika dilihat dari teori psikologi lain yang terpisah
Salah satu dari tujuan makalah ini adalah untuk memberikan proses dan asas dari gagasan teori belajar dan mengaharapkan pembaca akan mendapat pemahaman teori belajar sebagai salah satu aspek dasar teori ilmu pengetahuan psikologi yang mana terkait dengan pendidikan. Catatan penting bahwa orientasi ada dan sangat mempengaruhi hubungan antara psikologi dan pendidikan.
Ada beberaapa pengertian yang digunakan untuk mendefinisikan kegiatan mengajar. Antara lain :
1. Definisi klasik menyatakan bahwa mengajar diartikan sebagai penyampaian sejumlah pengetahuan karena pandangan yang seperti ini, maka guru dipandang sebagai sumber pengetahuan dan siswa dianggap tidak mengerti apa – apa. Pengertian ini sejalan dengan pandangan Jerome S. Brunner yang berpendapat bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh siswa.
2. Definisi modern menolak Pandangan klasik seperti diatas, oleh sebab itu pandangan tersebut kini mulai ditinggalkan. Orang mulai beralih ke pandangan bahwa mengajar tidaklah sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan, melainkan berusaha membuat suatu situasi lingkungan yang memungkinkan siswa untuk belajar. Para ahli pendidikan yang sejalan dengan pendapat tersebut antara lain : Nasution, yang merumuskan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik – baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadilah proses belajar mengajar.
3. Menurut Tyson dan Caroll menyatakan bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara guru dengan siswa yang sama – sama aktif melakukan kegiatan. Sedangkan Tordif berpendapat bahwa mengajar adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (guru) dengan tujuan membantu dan memudahkan orang lain (siswa) untuk melakukan kegiatan belajar. Adapun konsep baru tentang mengajar menyatakan bahwa mengajar adalah membina siswa bagaimana belajar, bagaimana berfikir dan bagaimana menyelidiki.
Nasution (1982:8) mengemukakan kegiatan mengajar diartikan sebagai segenap aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Dengan demikian proses dan keberhasilan belajar siswa turut ditentukan oleh peran yang dibawakan guru selama interaksi proses belajar mengajar berlangsung. Usman (1994:3) mengemukakan mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses belajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, yang menunjang terhadap kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa aktivitas yang sangat menonjol dalam pengajaran ada pada siswa. Namun, bukan berarti peran guru tersisihkan, tetapi diubah, kalau guru dianggap sebagai sumber pengetahuan, sehingga guru selalu aktif dan siswa selalu pasif dalam kegiatan belajar mengajar. Guru adalah seorang pemandu dan pendorong agar siswa belajar secara aktif dan kreatif.
Hamalik (2001:44-53) mengemukakan, mengajar dapat diartikan sebagai
• menyampaikan pengetahuan kepada siswa,
• mewariskan kebudayaan kepada generasi muda,
• usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa,
• memberikan bimbingan belajar kepada murid,
• kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik,
• suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Tardif (dalam Adrian, 2004) mendefinisikan, mengajar adalah any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner), yang berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini peserta didik) melakukan kegiatan belajar.
Biggs (dalam Adrian, 2004) seorang pakar psikologi membagi konsep mengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu
(1) Pengertian Kuantitatif.
Mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.
(2) Pengertian institusional.
Mengajar berarti the efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat, kemampuan dan kebutuhannya.
(3) Pengertian kualitatif.
Mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri. Burton (dalam Sagala, 2003:61) mengemukakan mengajar adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.
Berdasarkan definisi-definisi mengajar dari para pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa, sehingga terjadi proses belajar.
Aktivitas kompleks yang dimaksud antara lain adalah :
• mengatur kegiatan belajar siswa,
• memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, dan
• memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa.
Berdasarkan penjelasan dari teori-teori diatas dapat dilihat bahwa belajar dan pembelajaran
1).Teori Pengajaran
Ada Beberapa pendapat yang menyangkut hubungan antara teori belajar dengan teori pengajaran.Berikut ini akan dikemukaan lima pendekatan bagaimana menggunakan teori belajar psikolog dalam menyusun teori pengajaran.
1. Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku.
Pendekatan modifikasi tingkah laku telah didefinisikan secara khusus dan diterapkan dalam bidang klinis dan pendidikan.Kaedah –kaedah belajarnya diturunkan dari studi laboratorium proses belajar.Ia mendorong pendidik untuk menggunakan kaedah –kaedah penguatan (reinforcement) dalam mengidentifikasi aspek –aspek penting dalam belajar, dan mengatur kondisi sedemikian rupa agar sisiwa memiliki reward.Di samping itu pendekatan modifikasi tingkah laku prosedur pengajaran terlalu mendorong para sisiwa untuk percaya bahwa selalu ada jawaban yang benar untuk setiap masalah.
2. Pendekatan Teori Belajar Konektif
Teori pengajaran harus berhubungan dengan motivasi sisiwa, menggunakan kaedah –kaedah yang dapat mendorong siswa mau dan mampu belajar bila mereka memasuki situasi belajar mengajar.
3. Pendekatan Kaedah-Kaedah Belajar
Teori pengajaran harus memberikan tekanan kepada perhatian dan respon sisiwa terhadap bahan pengajaran,serta pengetahuan yang dihasilkan sebagai kontrol respon dan ganjaran merupakan cara untuk membimbing perhatian dan tingkah laku sisiwa.
4. Pendekatan Analisis Tugas
Pendekatan ini muncul kaerna ketidak puasan terhadap teori pengajaran berdasarkan kaedah –kaedah belajar laboratoris. Mereka menyatakan bahwa studi belajar psikolog dapat bermanfaat bila menyiapkan suatu cara yang sitematis untuk menganalisis jenis tugas yang ada dalam latihan pratis termasuk dalam praktek pendidikan dan pengjaran.
5. Pendekatan Psikolog Humanistik
Psikolog humanistik dipandang sebagai alternatif baru neobehaviorisme dan psikolog kognitif. Sehingga psikolog harus lebih menangani pribadi keseluruhan (whole person) dari pada analisis bagian –bagian dari semua sub aspek manusia.Sehingga bisa ditentukan agar menunjang proses belajar yang lebih bermakna.Namun teori pengajaran dari psikologi humanistik tidak selesai dan menuntut pengujian secara empiris.
Penjelasan diatas membuktikan bahwa betapa pentingnya psikologi dalam proses belajar dan mengajar maupun dalam dunia pendidikan pada umumnya. Guru dituntut untuk mengetahui aspek-aspek kejiwaaan dari peserta didiknya agar guru dapat menerapkan konsep belajar maupun mengajar yang pas untuk peserta didiknya sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai seperti yang diharapkan.
Subscribe to:
Posts (Atom)